Pada dasarnya, risiko investasi adalah berbagai kemungkinan yang terjadi dalam menanamkan modal ke investasi, baik itu dampak buruk maupun dampak negatif.
Itulah mengapa, sebelum menentukan hendak membeli instrumen investasi apa, harus mempertimbangkan berbagai faktor. Faktor ini bergantung pada kondisi individu masing-masing.
Memangnya, apa saja sih risiko investasi? Yuk, simak penjelasannya berikut ini!
Apa Itu Risiko Investasi?
Risiko investasi adalah kondisi realistis yang kemungkinan terjadi atas hasil return dari investasi jenis apapun.
Dalam konteks ini, risiko investasi mengacu pada return di waktu yang akan datang itu tidak dapat diketahui, tetapi hanya dapat diharapkan saja.
Hal tersebut karena risiko investasi ini dipengaruhi berbagai hal salah satunya adalah kondisi ekonomi dan politik suatu negara.
Kondisi tersebut jelas sangat kompleks sehingga kamu yang notabene hanya manusia biasa, tidak mungkin dapat mengubah segala kebijakan yang ada.
Keuntungan investasi tidak mungkin dapat diperoleh tanpa menghadapi risiko apapun. Perlu kamu ketahui bahwa risiko (risk) dan keuntungan (return) itu akan selalu berkaitan erat.
Frasa tentang “High risk, high return” jelas menunjukkan bahwa semakin tinggi return maka akan semakin tinggi pula risiko yang harus dihadapi. Hal ini juga berlaku sebaliknya.
Baca Juga: Rahasia Investor Sukses - Belajar Rugi
Jenis-Jenis Risiko Investasi
Semua macam-macam investasi pasti memiliki risiko yang tentu akan ditanggung oleh sang investor, baik itu investasi syariah maupun investasi konvensional.
Risiko ini dipengaruhi oleh hal-hal kompleks seperti bagaimana kondisi keuangan suatu negara hingga kebijakan ekonomi.
Terjadinya inflasi yang merugikan banyak pihak pun turut berkaitan erat dengan risiko investasi.
Jenis-jenis risiko investasi ada 7 yakni:
- Risiko Fluktuasi Pasar
- Risiko Likuiditas
- Risiko Inflasi
- Risiko Kondisi Politik Ekonomi
- Risiko Kredit
- Risiko Penarikan
- Risiko Forced Delisting
Nah, berikut ini penjelasannya.
Risiko Fluktuasi Pasar
Khususnya pada investasi syariah justru lebih terbatas dan ketat, sehingga tetap tidak akan terlepas dari fluktuasi pasar.
Nilai investasi syariah tetap dapat naik dan turun mengikuti perubahan kondisi pasar.
Keberadaan investasi syariah yang lebih terbatas dan ketat, tentu tidak akan terlepas dari fluktuasi pasar.
Nilai investasi syariah tetap dapat naik dan turun mengikuti perubahan kondisi pasar.
Risiko Likuiditas
Instrumen investasi apapun, baik dari investasi syariah maupun investasi konvensional, sama-sama memiliki tingkat likuiditas yang berbeda.
Investor syariah maupun konvensional tetap harus memperhatikan bagaimana tingkat likuiditas saat memilih instrumen.
Risiko Inflasi
Risiko inflasi disebut juga sebagai risiko daya beli. Artinya, risiko ini mengacu pada adanya kemungkinan bahwa nilai aset akan tergerus ketika terjadi inflasi di negara ini.
Saat inflasi terjadi, nilai mata yang akan menyusut sehingga menyebabkan daya beli arus kas dari investasi justru menurun.
Cara terbaik untuk mengantisipasinya adalah dengan berinvestasi saham atau obligasi yang dapat bertahan dalam jangka waktu lama.
Baca Juga: Deretan Perbedaan Reksadana dan Tabungan Deposito, Untung Mana?
Risiko Kondisi Politik Ekonomi
Keadaan politik suatu negara sangat berpengaruh pada hasil investasi.
Mulai dari kebijakan fiskal, peraturan perpajakan, bagaimana stabilitas politik, hingga adanya perubahan hukum pun akan mempengaruhi investasi.
Katakanlah terjadi perubahan kebijakan ekonomi di suatu negara, maka akan mempengaruhi jumlah imbal hasil dari investasi, baik itu naik, menurun, atau bahkan hilang.
Risiko Kredit
Risiko kredit adalah ketika pihak yang berhutang ternyata tidak mampu membayar utangnya.
Risiko ini biasanya terjadi pada instrumen obligasi yang mana dilakukan oleh perusahaan atau pemerintah.
Risiko Penarikan
Risiko penarikan ini ini cenderung terjadi pada obligasi yang ditarik sebelum waktu jatuh tempo.
Risiko paling umum adalah ketika suku bunga jatuh dan perusahaan emiten tengah berupaya menyelamatkan dana, biasanya akan menebus obligasi dengan kupon yang nilainya lebih tinggi.
Lalu, menggantinya di pasar obligasi dengan suku bunga lebih rendah.
Risiko Forced Delisting
Forced Delisting adalah ketika emiten dipaksa menghapus sahamnya dari bursa karena oleh BEI.
Biasanya ada beberapa alasan hal itu dapat terjadi yakni karena kinerja keuangan perusahaan kian memburuk, keluar dari Daftar Efek Syariah, laporan keuangan tidak akurat, atau bahkan melanggar aturan dari BEI.
Baca Juga: 14 Faktor Pertimbangan Investor Untuk Berinvestasi Pada Reksadana
Siap Menghadapi Risiko Demi Return Besar?
Jika kamu ingin berinvestasi, maka harus siap menghadapi risiko apapun. Bagi pemula, kamu dapat memulainya dengan instrumen investasi yang low-risk and low-return alias risiko rendah dan hasil tidak terlalu besar.
Kamu dapat memantau segala perkembangan investasi melalui aplikasi, salah satunya InvestasiKu. Melalui aplikasi ini, kamu dapat menemukan deretan emiten investasi syariah yang terjamin keuntungannya.
Ada banyak emiten yang tersedia di InvestasiKu. Mulai dari Bank Syariah Indonesia (BRIS), Bank Aladin Syariah Tbk (BANK), Bank BTPN Syariah (BTPS), dan Bank Panin Dubai Syariah (PNBS).
Namun, jika kamu memilih investasi konvensional maka ada Bank Centra Asia (BBCA), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan lainnya.
Yuk, download InvestasiKu dan tanamkan saham syariah demi keuntungan yang lebih adil.
Sumber:
Pakaya, Sri Isnawaty. (2010). Resiko Investasi di Pasar Modal: Suatu Pengantar. UNG Repository.