Ada banyak langkah restrukturisasi perusahaan termasuk merger dan akuisisi. Secara langsung, merger dan akuisisi akan menghasilkan suatu perusahaan berkembang menjadi konglomerasi.
Konglomerasi bisnis di Indonesia sudah umum dilakukan supaya perusahaan terkait dapat lebih tumbuh secara kompetitif. Konsep konglomerasi ini sudah banyak diterapkan pada perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, salah satunya CT Corp.
Memangnya, bagaimana konsep konglomerasi perusahaan itu? Yuk, simak penjelasannya berikut ini!
Konsep Konglomerasi Bisnis
Pada dasarnya, sebuah perusahaan memang dibangun semata-mata untuk memperoleh keuntungan. Jika perusahaan tersebut sudah berkembang, maka akan melakukan merger maupun akuisisi supaya keuntungan semakin berlipat ganda.
Hal itu disebut sebagai konglomerasi bisnis. Dalam konteksnya, konglomerasi bisnis adalah ketika perusahaan besar berupaya mengendalikan perusahaan lain (baik di bidang yang sama maupun tidak) untuk memperoleh keuntungan lebih maksimal.
Nantinya, perusahaan besar yang mengendalikan itu dianggap sebagai perusahaan induk yang membawahi anak perusahaannya.
Dalam hal ini, perusahaan konglomerasi akan terbentuk melalui proses merger dengan beberapa perusahaan; sekalipun tidak bergerak di bidang yang sama.
Baik pada strategi merger maupun akuisisi, sama-sama memiliki jenis ‘konglomerat’ yang berupaya menggabungkan perusahaan-perusahaan sekalipun tidak berkaitan sama sekali.
Perusahaan konglomerasi biasanya menyandang kata ‘Group’, dan ‘Corporation’ pada belakang namanya. Contoh: Salim Group, Bakrie Group, Indika Group, Lippo Group, CT Corp, dan lainnya.
Berhubung perusahaan konglomerasi itu memiliki banyak aset dan kegiatan usaha, maka tentu saja lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki ketentuan khusus atas hal tersebut.
Setidaknya, ada tiga aturan yang mengatur perusahaan konglomerasi di dunia bisnis yakni:
- POJK No.45 Tahun 2020,
- POJK No.13 Tahun 2022,
- POJK 18/POJK.13/2014
Melansir dari artikel jurnal Analisis Strategi Integrasi, Merger, dan Konglomerasi pada Perusahaan di Indonesia, menyatakan bahwa ternyata aksi konglomerasi bisnis sering menimbulkan pro-kontra.
Fenomena konglomerasi bisnis dianggap menguntungkan karena aktivitas bisnis dari berbagai perusahaan konglomerasi ini mampu meluas ke luar negeri, sehingga berpengaruh pada ekonomi nasional.
Namun, tidak sedikit pula yang menganggap bahwa konglomerasi bisnis akan menjadikan ketergantungan antara pengusaha dengan pemerintah.
Baca Juga: 15+ Perbedaan Merger dan Akuisisi dari Berbagai Aspek, Apa Saja?
10 Contoh Perusahaan Konglomerasi di Indonesia
Sekalipun fenomena ini menuai pro-kontra, tetapi di Indonesia tetap masih banyak perusahaan konglomerasi yang stabil. Tak jarang, keberlangsungan aktivitas bisnis mereka justru berpengaruh langsung pada perekonomian nasional.
Nah, berikut contoh perusahaan konglomerasi di Indonesia beserta anak perusahaannya.
1. Astra International
Astra International menjadi contoh perusahaan konglomerasi terpopuler di Indonesia. Perusahaan yang didirikan oleh William Soerjadjaja ini tentu saja telah melantai di BEI dengan kode ASII.
Setidaknya, perusahaan multinasional yang satu ini telah membawahi berbagai anak perusahaan ternama. Mulai dari Astra Agro Lestari (AALI), Astra Otoparts (AUTO), Astra Graphia (ASGR), Astra Life, FIFGROUP, hingga properti Menara Astra.
Perusahaan konglomerasi ini juga pernah dipegang oleh Edwin Soeryadjaya, hingga akhirnya Beliau mendirikan perusahaan batu bara PT Adaro Energy (ADRO).
2. Bakrie Group
Bakrie Group didirikan oleh Achmad Bakrie pada 1942 yang bergerak di berbagai industri seperti pertambangan batu bara, properti, perkebunan, hingga MIGAS.
Perusahaan konglomerasi yang melantai di BEI pada 1989 dengan kode BNBR ini tentunya telah menaungi berbagai anak perusahaan. Sebut saja PT Bakrie Autoparts, PT Visi Media Asia Tbk. (VIVA), PT Lativi Media Karya, PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL), PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), dan lainnya.
3. CT Corp
Perusahaan konglomerasi selanjutnya adalah CT Corp yang didirikan oleh Chairul Tanjung sejak 1987. Berawal dari mengakuisisi Bank Mega (MEGA), kemudian perusahaan ini mulai melebarkan sayapnya hingga industri perbankan, media massa, tour & travel, hingga wahana hiburan keluarga.
Anak perusahaan di perusahaan konglomerasi ini adalah PT Bank Mega, Allo Bank, Bank Mega Syariah, Mega Capital Sekuritas, Trans TV, Trans7, CNN Indonesia, CNBC Indonesia, detik.com, AntaVaya Corporate Travel, The Coffee Bean & Tea Leaf, Transmart, dan lainnya.
4. Djarum
PT Djarum lebih dikenal sebagai perusahaan rokok. Padahal sebenarnya, perusahaan konglomerasi ini telah membawahi berbagai anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, termasuk perbankan dan media.
Apakah kamu tahu bahwa Bank BCA (BBCA) yang menjadi bank swasta terbesar di Indonesia, ternyata turut berada di bawah naungan Djarum ini.
Anak perusahaan Djarum sebut saja ada PT Global Digital Niaga (BELI) dengan produk Blibli, PT Hartono Istana Teknologi dengan produk Polytron, PT Global Tiket Network dengan produk tiket.com, hingga mall ternama Grand Indonesia.
Sayangnya, tidak semua anak perusahaan Djarum melantai di BEI alias hanya beberapa saja yang mempublikasikan sahamnya.
Baca Juga: Kisah Inspiratif Robert Budi Hartono, yang Punya Djarum & BCA!
5. IDN
IDN alias PT Media Putra Nusantara menjadi perusahaan konglomerasi yang berdiri sejak tahun 2014. Anak perusahaannya bergerak di berbagai bidang seperti media digital, ekonomi kreatif, lembaga riset, hingga entertainment.
Grup JKT48 hingga UN1TY turut dinaungi oleh IDN ini yang berfokus pada dunia musik; termasuk dengan Teater JKT48 yang berada di fX Sudirman.
Sementara di media digital, IDN membawahi beberapa media ternama seperti Popmama.com, Popbela.com, IDN Times, GGWP, dan lainnya.
6. Kompas Gramedia
Kamu pasti tahu Kompas Gramedia yang bergerak di bidang media termasuk produksi komik dan majalah legendaris.
Berawal dari surat kabar Harian Kompas yang berdiri sejak 1965, akhirnya perusahaan konglomerasi ini berhasil mengembangkan anak perusahaan di berbagai bidang. Mulai dari penerbitan, televisi, distribusi, situs online, hingga radio.
Anak perusahaan dari Kompas Gramedia sebut saja ada Kompas, Tribun Network, majalah Bobo, Kompas.com, Kompas TV, Sonora, Toko Buku Gramedia, Elex Media Komputindo, dan lainnya.
7. Lippo Group
Lippo Group didirikan oleh Mochtar Riady sejak tahun 1950 yang memulai usahanya dengan Bank Lippo hingga akhirnya berubah nama menjadi Bank CIMB Niaga.
Perusahaan konglomerasi yang satu ini turut menjadi sponsor untuk proyek kota terencana Meikarta—meskipun hingga 2025 ini kota tersebut justru terbengkalai.
Lippo Group bergerak di bidang perumahan, pusat industri, bisnis properti, retail, pendidikan, perbankan, asuransi, dan lainnya.
Anak perusahaan dari Lippo Group berupa Lippo Cikarang (LPCK), Lippo Karawaci (LPKR), Matahari Department Store (LPPF), Universitas Pelita Harapan (UPH), hingga Siloam Pacific (SILO).
Baca Juga: Profil James Riady, Pemilik Lippo Group Sekaligus Pendiri Kampus UPH
8. MNC Corp
MNC Corp alias PT MNC Asia Holding Tbk. yang awalnya berupa perusahaan sekuritas sejak tahun 1989 ini bergerak pesat menjadi perusahaan konglomerasi.
Tak hanya bergerak di industri investasi saja, tetapi juga media massa hingga sumber daya mineral.
Pada tahun 1997 berhasil melantai di BEI dengan kode BHIT. Anak perusahaan MNC Corp yakni ada PT Global Mediacom Tbk., PT MNC Kapital Indonesia Tbk., PT MNC Energi, dan PT MNC Energy Investments Tbk.
9. Salim Group
Siapa tak tahu Salim Group dengan anak perusahaan dari berbagai bidang, termasuk merek Indomie dan Bogasari.
Perusahaan yang didirikan pada tahun 1972 ini kemudian berkembang menjadi perusahaan konglomerasi. Mulai dari industri media, telekomunikasi, makanan dan minuman, keuangan, otomotif, ritel, hingga restoran.
Anak perusahaan Salim Group berupa Elshinta Media Group, PT Salim Ivomas Pratama (SIMP), Indomaret, Indofood (INDF), KFC, dan lainnya.
10. Sinar Mas
Perusahaan konglomerasi selanjutnya adalah Sinar Mas yang menaungi banyak anak perusahaan. Didirikan pada tahun 1938 dengan nama Sinar Mas Group.
Sinar Mas menjadi nama dagang untuk berbagai anak perusahaannya yang bergerak di industri produksi kertas, keuangan, properti, telekomunikasi, makanan dan minuman, sumber daya alam, hingga yayasan.
Anak perusahaan Sinar Mas sebut saja ada PT Asuransi Simas Jiwa, SInar Mas Agro Resources Technology (SMAR), PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN), Sinar Mas Land, hingga Eka Tjipta Foundation.
Baca Juga: Saham BSDE - Profil, Kinerja Keuangan, Riwayat Dividen, dan Prospek Bisnisnya
Mau Berinvestasi di Perusahaan Konglomerasi Ternama?
Nah, itulah penjelasan tentang konsep perusahaan konglomerasi dan contohnya di Indonesia. Mayoritas perusahaan konglomerasi ini telah mempublikasikan sahamnya sehingga kamu dapat berinvestasi pada emiten mereka.
Berhubung sekarang ini segalanya sudah serba canggih, maka kamu bisa membeli saham dari perusahaan konglomerasi tersebut dengan rating apik hanya melalui aplikasi saja, salah satunya InvestasiKu.
Jangan khawatir sebab aplikasi ini telah berada di bawah pengawasan OJK sehingga aman dan terpercaya. Yuk, download InvestasiKu dan tanamkan saham demi masa depan yang lebih baik.