Dilihat dari namanya saja, antara investasi syariah dan investasi konvensional sudah berbeda. Perbedaan investasi syariah dan investasi konvensional ini tentu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Kamu sebagai calon investor yang hendak berinvestasi, dapat leluasa memilih antara keduanya atau bahkan dua-duanya. Memangnya, apa saja sih perbedaan investasi syariah dan investasi konvensional? Yuk, simak penjelasannya!
10 Perbedaan Investasi Syariah dan Investasi Konvensional
Meskipun sama-sama menanamkan modal, tetapi investasi syariah dan investasi konvensional tentu saja beda.
Investasi syariah adalah kegiatan menanamkan modal demi mendapatkan keuntungan tetapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Sementara investasi konvensional adalah Kegiatan menanamkan modal untuk mencari keuntungan tanpa syariat Islam dan berasaskan pada bunga dalam hal return.
Nah, perbedaan investasi syariah dan investasi konvensional tersebut mencakup:
- Mekanisme transaksi
- Tujuan Investasi
- Produk Investasi
- Instrumen Efek
- Landasan Hukum
- Akan Pelaksanaan
- Pemerolehan Imbal hasil
- Lembaga Pengawasan
- Asas dalam hal Return
- Orientasi Investasi
Yuk, simak penjelasan lengkapnya pada tabel di bawah ini!
Investasi Syariah |
Investasi Konvensional |
|
Mekanisme Transaksi |
Pengelolaan dana transaksi lebih ketat dan terbatas, karena harus bebas riba, gharar, dan maysir. |
Pengelolaan dana tidak memiliki batas yang jelas dan dapat digunakan dalam berbagai aspek. |
Tujuan Investasi |
Berfokus pada imbal hasil dan SRI (Socially Responsible Investment) alias kebajikan sosial. |
Berfokus pada pemerolehan return setinggi-tingginya. |
Produk Investasi |
Ruang lingkup terbatas yakni:
|
Ruang lingkup lebih luas yakni saham, reksadana, obligasi, warrant, dan right. |
Instrumen Efek |
Harus berupa bidang halal seperti:
|
Dapat berupa bidang halal dan non-halal:
|
Landasan Hukum |
Al-Quran, Hadist, Fatwa DSN (Dewan Syariah Syariah) dan MUI (Majelis Ulama Indonesia), yakni UUPM No.8 Tahun 1995 & DSN-MUI |
Undang-Undang Pasar Modal, yakni UU No.8 Tahun 1995. |
Akad Pelaksanaan |
Terdapat beberapa jenis akad seperti mudharabah, ijarah, dan musyarakah. Akad ini dilaksanakan bergantung pada siapa akan bekerja sama. |
Tidak ada akad apapun. |
Pemerolehan Imbal Hasil |
Berdasarkan sistem bagi hasil, sehingga bebas riba. |
Menggunakan suku bunga. |
Lembaga Pengawasan |
Diawasi oleh DPS (Dewan Pengawas Syariah). |
Diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). |
Asas Dalam Hal Return |
Asas Ilahiah QS. Al-Hadid (57). |
Berasaskan bunga, dalam KUH Perdata pasal 1320. |
Orientasi Investasi |
Keuntungan, dampak sosial, dan nilai ibadah bagi akhirat kelak |
Keuntungan dan dampak sosial di dunia. |
Baca Juga: 7 Faktor yang Mempengaruhi Gen Z Memilih Reksadana Syariah
Resiko Apa Saja Dalam Investasi Syariah dan Investasi Konvensional?
Meskipun investasi syariah dan investasi konvensional memiliki banyak perbedaan, tetapi keduanya tetap mempunyai risiko yang sama. Risiko ini berupa risiko inflasi, risiko pasar, dan lainnya. Berikut ini adalah 5 resiko yang wajib kalian tahu sebelum memilih Investasi Syariah atau Investasi Konvensional.
1. Risiko Inflasi
Risiko inflasi disebut juga sebagai risiko daya beli. Artinya, risiko ini mengacu pada adanya kemungkinan bahwa nilai aset akan tergerus ketika terjadi inflasi di negara ini.
Saat inflasi terjadi, nilai mata yang akan menyusut sehingga menyebabkan daya beli arus kas dari investasi justru menurun. Cara terbaik untuk mengantisipasinya adalah dengan berinvestasi saham atau obligasi yang dapat bertahan dalam jangka waktu lama.
2. Risiko Pasar
Keberadaan investasi syariah yang lebih terbatas dan ketat, tentu tidak akan terlepas dari fluktuasi pasar. Nilai investasi syariah tetap dapat naik dan turun mengikuti perubahan kondisi pasar.
3. Risiko Likuiditas
Baik investasi syariah maupun investasi konvensional, sama-sama memiliki tingkat likuiditas yang berbeda. Investor syariah maupun konvensional tetap harus memperhatikan bagaimana tingkat likuiditas saat memilih instrumen.
4. Risiko Penarikan
Risiko ini cenderung terjadi pada obligasi yang ditarik sebelum waktu jatuh tempo. Risiko paling umum adalah ketika suku bunga jatuh dan perusahaan emiten tengah berupaya menyelamatkan dana, biasanya akan menebus obligasi dengan kupon yang nilainya lebih tinggi. Lalu, menggantunya di pasar obligasi dengan suku bunga lebih rendah.
5. Risiko Forced Delisting
Forced Delisting adalah ketika emiten dipaksa menghapus sahamnya dari bursa karena oleh BEI. Biasanya ada beberapa alasan hal itu dapat terjadi yakni karena kinerja keuangan perusahaan kian memburuk, keluar dari Daftar Efek Syariah, laporan keuangan tidak akurat, atau bahkan melanggar aturan dari BEI.
Baca Juga: Seberapa Berpengaruh Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi?
Jadi, Mau Pilih Investasi Syariah atau Investasi Konvensional?
Jika kamu ingin berinvestasi yang mengedepankan proses syariah Islam, maka coba pertimbangkan investasi syariah juga. Jangan khawatir, sebab investasi syariah juga diawasi oleh Dewan Syariah Nasional dan tergolong sebagai jenis investasi baru di Indonesia.
Melalui aplikasi InvestasiKu, kamu dapat menemukan deretan emiten investasi syariah yang terjamin keuntungannya. Namun, tetap mempertahankan prinsip syariah yang berbagi keuntungan secara adil.
Mulai dari Bank Syariah Indonesia (BRIS), Bank Aladin Syariah Tbk (BANK), Bank BTPN Syariah (BTPS), dan Bank Panin Dubai Syariah (PNBS).
Namun, jika kamu memilih investasi konvensional justru lebih banyak pilihan emitennya. Emiten yang paling sering terlihat kenaikan trafiknya adalah Bank Centra Asia (BBCA), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan lainnya.
Yuk, download InvestasiKu dan tanamkan saham syariah demi keuntungan yang lebih baik.