REKSADANA
 

9 Alasan Kenapa Gen Z Cocok Investasi Reksadana

by Rifda Arum Adhi Pangesti - 30 Sep 2025 - Reviewed by Revo Gilang Firdaus M.

 

Generasi Z (Gen Z) adalah mereka yang lahir pada rentang tahun 1997–2012 dan sering disebut sebagai generasi paling melek teknologi. Wajar saja, Gen Z tumbuh bersama berkembangnya internet dan sosial media. 

Mereka cenderung lebih suka berpengalaman dalam mengoperasikan teknologi sekaligus open-minded terhadap tren global. Tak jarang, kesadaran finansial juga mereka bentuk sejak dini lewat konten sosial media. 

Di sisi lain, gaya hidup Gen Z sering diasosiasikan dengan kebiasaan ngopi di kafe, berlangganan platform hiburan, hingga belanja online. Alhasil, sering ada pertikaian di sosial media bahwa Gen Z tidak akan bisa beli rumah karena uangnya habis untuk ngopi. 

Padahal, cara menghadapi dunia sekarang berbeda dengan zaman dahulu. Sehingga ada baiknya kebiasaan membandingkan antar generasi itu disudahi saja, karena malah mengakibatkan konflik horizontal. 

FYI, Gen Z justru berpotensi mencapai kebebasan finansial lebih cepat karena hidup di kemajuan teknologi saat ini. Lagipula, mayoritas Gen Z sekarang sudah menjadi manusia dewasa dan menghasilkan uang sendiri. 

Salah satu cara investasi yang cocok untuk Gen Z adalah reksadana, terutama yang masih pemula. Langsung saja simak apa saja alasan reksadana cocok untuk Gen Z! 

1. Modal Reksadana Itu Kecil

Gen Z terbiasa dengan gaya hidup serba cepat dan fleksibel. Mereka lebih suka sesuatu yang bisa dicoba dulu tanpa perlu keluar biaya besar. Misalnya mencoba langganan Spotify mulai dari Rp50 ribu per bulan, atau bahkan beli kopi kekinian Rp20–30 ribu sekali nongkrong.

Nah, investasi reksadana juga bisa dimulai dengan modal sangat kecil. Beberapa aplikasi bahkan menawarkan investasi mulai dari Rp10 ribu saja, salah satunya InvestasiKu. 

Artinya, uang yang biasanya habis untuk satu gelas kopi bisa dialihkan menjadi investasi yang berpotensi berkembang dalam jangka panjang.

Memang tidak semua Gen Z sudah berpenghasilan tetap, tetapi modal Rp10 ribu pasti bisa menjadi titik awal investasi reksadana. Secara langsung, justru membangun kebiasaan berinvestasi setiap bulan. 

 

2. Digital Native

Digital native adalah sebutan untuk Gen Z yang lahir dan tumbuh di tengah perkembangan teknologi. Nyatanya, memang Gen Z lebih akrab dengan penggunaan digital sehingga pasti mengandalkan smartphone untuk semua kegiatan.

Berbeda dengan generasi sebelumnya yang harus datang ke bank atau kantor manajer investasi untuk berinvestasi, Gen Z justru memilih melakukan kegiatan tersebut lewat smartphone saja. 

Lagipula, sekarang sudah tersedia berbagai aplikasi investasi dengan pilihan produk reksadana. Hanya dengan verifikasi KTP dan beberapa klik, Gen Z bisa langsung membeli produk reksadana. 

Tenang saja, semua transaksi transparan, histori bisa dicek kapan saja, dan bahkan ada fitur auto-debit untuk investasi rutin. Cocok ‘kan dengan kebiasaan Gen Z yang suka hal praktis, cepat, dan tanpa ribet.

Baca Juga: FOMO Saham - Definisi, Ciri, dan Alasan Tidak Boleh FOMO

3. Terbiasa dengan “Trial and Error”

Gen Z dikenal suka mencoba hal baru, dari tren media sosial hingga bisnis kecil-kecilan. Mereka lebih berani ambil risiko untuk “nyoba dulu” daripada banyak teori tanpa praktik. Nah, pola pikir tersebut tentu mendukung cocoknya reksadana buat Gen Z karena:

  • Reksadana bisa dimulai dari nominal kecil. Jadi, kalau amit-amit rugi, risikonya minim.
  • Ada banyak pilihan jenis reksadana seperti reksadana pasar uang, obligasi, campuran, dan saham, sehingga bisa eksperimen sesuai profil risiko.
  • Reksadana bisa dijual kapan saja tanpa ribet.

Dengan berinvestasi reksadana, Gen Z bisa belajar investasi lewat pengalaman nyata, bukan sekadar teori saja. 

4. Mindset Jangka Panjang

Semakin muda seseorang mulai berinvestasi, semakin besar potensi compounding alias efek bunga berbunga yang bisa dinikmati. Katakanlah begini:

  • Jika Gen Z usia 22 tahun mulai investasi Rp500 ribu per bulan di reksadana dengan asumsi return rata-rata 8% per tahun, maka di usia 30 tahun mereka bisa punya tabungan investasi sekitar Rp75 juta lebih.

  • Jika baru mulai di usia 30 tahun dengan nominal sama, tentu hasilnya akan lebih kecil di usia 38 tahun.

Artinya, usia muda adalah “aset” utama Gen Z. Mumpung masih muda, kamu bisa berinvestasi lewat reksadana, sehingga saat terjadi fluktuasi pasar tidak perlu panik.

5. Dari “Ngopi” Jadi Investasi

Hampir berkaitan dengan poin pertama, kebiasaan ngopi setiap hari bisa pelan-pelan kamu kurangi dan alihkan ke reksadana, yang harganya hampir setara. Simak ilustrasinya berikut. 

  • Rata-rata harga kopi kekinian = Rp30.000.
  • Jika beli kopi 10 kali sebulan = Rp300.000.

Jika uang Rp300.000 itu dialihkan ke reksadana pasar uang dengan return moderat 5% setahun, maka dalam 5 tahun jumlahnya bisa berkembang jadi ±Rp19 juta.

Artinya, satu kebiasaan kecil yang diubah bisa memberi dampak besar. Eits, tenang aja ini bukan berarti Gen Z harus berhenti ngopi total. Lebih tepatnya, kamu harus jaga keseimbangan antara gaya hidup dan investasi demi masa depan. 

Baca Juga: Latte Effect, Kebiasaan Tanpa Sadar Mempengaruhi Kondisi Keuangan

6. Reksadana Aman Karena Diawasi OJK

Banyak Gen Z yang masih skeptis terhadap investasi karena takut tertipu atau “bodong”. Tenang, reksadana itu produk investasi yang legal, terdaftar, sekaligus diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ada banyak aplikasi investasi yang menawarkan produk reksadana dan diawasi oleh OJK, salah satunya InvestasiKu. 

7. Fleksibel untuk Tujuan Finansial Jangka Pendek dan Panjang

Gen Z biasanya punya banyak tujuan finansial berbeda. Ada yang ingin beli gadget terbaru, persiapan menikah, beli rumah, dana darurat, atau bahkan jalan-jalan ke luar negeri. 

Semua tujuan finansial itu bersifat jangka pendek dan jangka panjang, sehingga cocok dengan reksadana. Kamu hanya tinggal menyesuaikan jenis reksadana dengan jangka waktu tujuanmu. 

  • Reksadana pasar uang: cocok untuk dana darurat & tujuan jangka pendek.
  • Reksadana pendapatan tetap: cocok untuk tujuan menengah (3–5 tahun).
  • Reksadana saham: cocok untuk tujuan jangka panjang (lebih dari 5 tahun).

Ingat, jangan pernah berinvestasi pada satu jenis reksadana saja. Lakukan diversifikasi portofolio untuk meminimalisir risiko. 

8. Berbagai Konten Finansial di Sosial Media

Sadarkah kamu bahwa Gen Z tumbuh dengan budaya belajar mandiri lewat YouTube, TikTok, dan podcast. Terlebih lagi saat pandemi Covid-19 silam yang mau tidak mau, generasi ini harus melek teknologi supaya tidak ketinggalan materi sekolah baik dari pihak guru maupun konten edukasi lain. 

Lagipula, konten edukasi finansial saat ini sudah banyak tersedia dengan bahasa yang ringan dan relatable. Mulai dari review produk reksadana, tips diversifikasi, sampai simulasi pertumbuhan dana yang semuanya bisa diakses gratis. 

Saat kamu scroll Instagram, TikTok, bahkan X saja pasti lewat konten edukasi finansial. Artinya, saat ini sudah tidak ada lagi hambatan mengakses informasi. Semua itu bergantung pada kemauan untuk mulai mencoba.

 

9. Mendukung Pola “Multiple Income Stream”

Multiple income stream hampir sama dengan side hustle yakni strategi untuk punya lebih dari satu penghasilan. Sekarang ini, bukan hal tabu kalau punya pekerjaan sampingan saat waktu luang atau weekend. 

Uniknya, zaman sekarang pekerjaan sampingan tidak terbatas jumlahnya. Mulai dari content creator, jualan online, atau freelancer. Untuk content creator saja ada banyak pilihan segmentasinya. 

Nah, kalau kamu menempatkan investasi pada reksadana, justru juga bisa menjadi tambahan “mesin uang pasif”. 

Baca Juga: Apa Itu Income - Pengertian, Jenis, dan Passive Income

Minat Berinvestasi ke Reksadana?

Nah, itulah alasan kenapa reksadana cocok untuk Gen Z. Ada untungnya jadi Gen Z adalah karena melek digital, terbuka terhadap perubahan, dan punya kesadaran finansial lebih awal. 

Salah satu aplikasi digital untuk investasi reksadana adalah InvestasiKu. Salah satu produk Reksadana Avrist Emerald Stable Fund bisa diinvestasikan minimal Rp10.000. 

Selain itu, kamu juga harus lihat bagaimana profil risikomu. Jika profil risikomu konservatif, maka pilih reksadana pasar uang. Jika profil risikomu adalah moderat maka pilih reksadana pendapatan tetap. Jika profil risikomu agresif, bisa pilih reksadana saham. Namun apabila kamu cukup fleksibel dan ingin seimbang antara return serta risiko, bisa pilih reksadana campuran. 

Jangan khawatir, aplikasi ini telah berada di bawah pengawasan OJK sehingga legal dan terpercaya. Yuk, download InvestasiKu dan tanamkan saham demi masa depan yang lebih baik.

 
Share this article via :
whatsapp-investasiku
 
InvestasiKu-footer
 

#YukInvestasiKu For Better Tomorrow

Download aplikasi InvestasiKu di Android, iOS, dan Windows serta nikmati kemudahan berinvestasi saham, reksa dana, obligasi, dan rencana keuangan

 
Download di Google Play Download di App Store Download desktop version
 

InvestasiKu adalah produk dari PT Mega Capital Sekuritas

Menara Bank Mega, Lantai 2, Jalan Kapten Tendean Kavling 12-14A,
RT 002/RW 002, Kelurahan Mampang Prapatan,
Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kode Pos 12790

Telepon : 021-79175599
Email : customer.service@megasekuritas.id
WhatsApp : +6282260904080

 
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Spotify
  • LinkedIn
  • Facebook
  • Twitter
Eduvest
 

©2025 InvestasiKu. All rights reserved.

InvestasiKu adalah aplikasi finansial yang dikelola dan dikembangkan oleh PT Mega Capital Sekuritas, dengan misi membuka akses lebih luas bagi masyarakat pada produk-produk keuangan dengan mudah, aman dan terjangkau. Semua transaksi saham, reksa dana, dan obligasi difasilitasi oleh PT Mega Capital Sekuritas sebagai broker saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sekaligus agen penjual reksa dana yang memiliki izin usaha dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan

OJK
KOMINFO