LIFESTYLE
 

Inflasi Gaya Hidup: Ketika Kenaikan Standar Hidup Menjadi Beban Finansial

by FIRMAN MARIHOT, CFP - 17 Jan 2025 - Reviewed by Lia Andani.

 

Sekarang ini, kamu pasti merasa bahwa semakin banyak penghasilan justru semakin besar pula pengeluaran. 

Fenomena itu dikenal sebagai "lifestyle inflation" atau inflasi gaya hidupdi mana peningkatan pendapatan diiringi dengan peningkatan gaya hidup yang lebih mahal. Akibatnya, tabungan dan investasi sering stagnan atau bahkan terabaikan.

 

Apa Itu Inflasi Gaya Hidup?

Inflasi gaya hidup terjadi ketika seseorang malah meningkatkan pengeluarannya untuk barang maupun layanan yang sebenarnya bukan kebutuhan utama. 

Pada dasarnya, inflasi gaya hidup adalah kenaikan standar hidup yang justru membuat beban finansial. 

Seperti membeli ponsel terbaru setiap tahun, berlangganan layanan streaming yang bahkan jarang digunakan, atau sering jajan di kafe yang baru buka dan hits. Padahal, apabila hal-hal tersebut tidak dilakukan juga sebenarnya tidak berdampak besar bagi hidup. 

Biasanya, hal ini terjadi secara tidak sadar karena mayoritas generasi sekarang sering menuruti “self reward”. 

Saat menerima kenaikan gaji, kebanyakan orang sekarang justru cenderung merasa layak untuk meningkatkan standar hidupnya sebagai bentuk penghargaan atas kerja kerasnya. 

Namun, jika tidak diiringi dengan pengelolaan keuangan yang baik, tentu bisa menjadi jebakan jangka panjang.

Sebenarnya, boleh-boleh saja menuruti self reward sebagai bentuk penghargaan atas kerja kerasmu selama ini, tetapi harus tetap menyesuaikan anggaran bulanan. Bukannya langsung menghabiskan begitu saja dengan dalih self reward

Boleh-boleh saja self reward, tetapi ketika pendapatanmu bertambah bukan berarti standar gaya hidup juga langsung berubah. 

Intinya, jangan dikit-dikit self reward

 

Tanda Telah Terjebak Inflasi Gaya Hidup

Jangan sampai kenaikan gaya hidup malah melebihi kenaikan pendapatannya.

Misal: sebelum pendapatan naik, cicilanmu hanya Rp600.000 saja per bulan. Namun setelah pendapatan naik, cicilan juga naik menjadi Rp1.600.000 karena kamu "self reward" untuk membeli gadget belasan juta. 

Coba deh kamu instropeksi diri, apakah kamu termasuk yang sudah terjebak inflasi gaya hidup? Perhatikan ciri-cirinya berikut ini!

  1. Tabungan Tidak Bertambah: Walaupun penghasilan meningkat, tetapi saldo tabungan tetap atau malah berkurang.
  2. Utang Konsumtif Bertambah: Memakai kartu kredit untuk barang non-esensial seperti gadget keluaran terbaru atau liburan.
  3. Menganggap Barang Mahal Sebagai Kebutuhan: Misalnya, menganggap pakaian bermerek atau gadget canggih adalah hal wajib untuk dimiliki. 
  4. Sering Merasa Kurang: Walaupun pengeluaran meningkat, kamu masih saja merasa bahwa gaya hidup selama ini masih kurang. 

 

Mengapa Berbahaya?

Inflasi gaya hidup tentu saja berbahaya. Tidak hanya membuat rekening semakin berkurang, tetapi juga berpeluang terjerat pinjaman online demi menuruti gaya hidup yang tidak berkesudahan tersebut. 

1. Menghambat Tujuan Keuangan 

Inflasi gaya hidup tentu malah membuat kamu semakin sulit mencapai tujuan jangka panjang. Contohnya seperti membeli rumah, dana pendidikan, melanjutkan pendidikan, atau pensiun.

 

2. Meningkatkan Risiko Keuangan

Sadarkah kamu jika perekonomian Indonesia tengah gonjang-ganjing—meskipun sudah bertahun-tahun juga masih tidak stabil. 

Maka dari itu, sekalipun Indonesia masih selalu ramai akan produk mewah yang unlimited, tetapi bukan berarti kamu wajib memilikinya. 

Andai kata terjadi krisis hingga menyebabkan PHK atau darurat kesehatan, kamu tidak memiliki dana darurat yang memadai karena selama ini selalu menuruti inflasi gaya hidup tersebut. 

 

3. Hidup Menjadi Tidak Stabil

Anda terlalu bergantung pada pendapatan tinggi untuk menopang gaya hidup, sehingga rentan terhadap perubahan.

Contoh: Sebelum pendapatan naik, kamu selalu naik transportasi umum kemana saja. Setelah pendapatan naik, tiba-tiba kamu berani mengambil cicilan mobil karena ingin menaikkan standar hidup.

Suatu saat ketika keuanganmu menurun, kamu kebingungan membayarkan cicilan mobil tersebut. Alhasil, malah terjebak pinjaman online. 

Jika demikian, kamu pun akan minder saat bertemu orang lain dan merasa menjadi manusia yang gagal. Jika ditarik benangnya lagi, kesehatan mental akan terganggu. 

 

Baca Juga: Resolusi Keuangan 2025 - Lebih Cerdas Mengelola Uang dari Tahun Sebelumnya

 

Cara Mengatasi Inflasi Gaya Hidup

1. Tentukan Prioritas Keuangan

Bedakan antara kebutuhan dan keinginan. 

Contoh: makan di kafe hits adalah keinginan, sedangkan belanja bahan makanan dan keperluan sehari-hari adalah kebutuhan.

 

2. Buat Anggaran

Alokasikan 50% untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan/investasi. 

Ingat, setiap orang memiliki kondisi finansial masing-masing sehingga alokasi tersebut tidak harus sama dengan orang lain. 

Dalam hal ini, coba perlahan terapkan "Pay You First". 

Untuk 20% ini baik investasi maupun menabung, itu harus disisihkan; bukan disisakan. Namun, jika ternyata yang kamu sisihkan itu belum mencapai 20% itu tidak apa-apa.

Setidaknya, ada uang yang sudah kamu sisihkan. 

 

3. Investasikan Kenaikan Gaji

Daripada meningkatkan pengeluaran atau foya-foya, coba alokasikan kenaikan gaji tersebut untuk investasi.

Banyak instrumen investasi yang bisa dicoba seperti reksa dana, saham, atau obligasi pemerintah yang lebih menguntungkan dalam jangka panjang. 

 

4. "Hedonic Adaptation"

Dalam konteks ini, artinya kamu harus mampu menikmati sesuatu dengan sederhana dan sesekali saja, tanpa membuatnya menjadi kebiasaan mahal. 

Misalnya, menikmati kopi premium seminggu sekali, bukan setiap hari.

 

5. Tetapkan Tujuan Jangka Panjang

Fokus pada tujuan keuangan jangka panjang. 

Misalnya seperti membeli rumah, pendidikan anak, melanjutkan pendidikan untuk dirimu sendiri, maupun dana pensiun. 

Melalui tujuan jangka panjang ini justru akan lebih memotivasi kamu untuk menabung daripada menghabiskan uang.

 

Baca Juga: Orang Kecil Main Saham Kayak Judi, Benarkah Demikian?

 

Nah, sebagai Gen-Z dan milenial akui saja bahwa kita sering terpapar gaya hidup glamor di media sosial yang ternyata mampu berpengaruh pada keputusan finansial. 

Ingat, hidup hemat bukan berarti pelit, tetapi justru langkah cerdas dalam mengelola pengeluaran agar keuangan tetap sehat di masa depan.

Jangan biarkan inflasi gaya hidup menggerogoti potensi finansialmu. 

Yuk, coba simak video berikut ini supaya kamu lebih paham!

 
Share this article via :
whatsapp-investasiku
 
InvestasiKu-footer
 

#YukInvestasiKu For Better Tomorrow

Download aplikasi InvestasiKu di Android, iOS, dan Windows serta nikmati kemudahan berinvestasi saham, reksa dana, obligasi, dan rencana keuangan

 
Download di Google Play Download di App Store Download desktop version
 

InvestasiKu adalah produk dari PT Mega Capital Sekuritas

Menara Bank Mega, Lantai 2, Jalan Kapten Tendean Kavling 12-14A,
RT 002/RW 002, Kelurahan Mampang Prapatan,
Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kode Pos 12790

Telepon : 021-79175599
Email : customer.care@investasiku.id
WhatsApp : +6282260904080

 
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Spotify
  • LinkedIn
  • Facebook
  • Twitter
Eduvest
 

©2025 InvestasiKu. All rights reserved.

InvestasiKu adalah aplikasi finansial yang dikelola dan dikembangkan oleh PT Mega Capital Sekuritas, dengan misi membuka akses lebih luas bagi masyarakat pada produk-produk keuangan dengan mudah, aman dan terjangkau. Semua transaksi saham, reksa dana, dan obligasi difasilitasi oleh PT Mega Capital Sekuritas sebagai broker saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sekaligus agen penjual reksa dana yang memiliki izin usaha dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan

OJK
KOMINFO