Kenapa yah, masih ada banyak kasus tanah sengketa, rumah tanpa sertifikat, dan lainnya? Padahal, sebelum beli rumah, kamu wajib punya beberapa jenis sertifikat rumah atau surat-surat properti ini lho! Nah, apa saja tuh?
"Ah, masih belum ada niatan beli rumah, nanti dulu deh urus hal-hal kaya gitu!”
Eits! Meski tidak sekarang, sepertinya kamu tetap nggak boleh mengabaikan informasi yang satu ini. Karena, setidaknya kamu harus tahu 5 jenis sertifikat rumah, yang wajib kamu pahami sebelum beli rumah.
Dasar Hukum Memiliki Properti
Jika kamu beli kendaraan, mungkin kamu akan mendapatkan BPKB sebagai surat kepemilikan kendaraan. Nah, kalau kamu mau beli rumah atau properti bangunan lainnya, kamu juga wajib memiliki sertifikat sebagai bukti kepemilikannya.
Mengapa bukti kepemilikan berupa sertifikat rumah ini penting? Karena sebagai warga negara yang baik, kita harus tertib dalam administrasi, terkait kepemilikan bangunan di Indonesia.
Adapun, informasi terkait sertifikat rumah ini juga sudah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Urusan Pertanian/Tanah Pertanian/Pemilikan Tanah).
Menurut Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, terdapat delapan jenis hak-hak atas tanah, antara lain:
- Hak milik, dibuktikan dengan sertifikat hak milik
- Hak guna usaha, dibuktikan dengan sertifikat hak guna usaha
- Hak guna-bangunan, dibuktikan dengan sertifikat hak guna bangunan
- Hak pakai
- Hak sewa
- Hak membuka tanah
- Hak memungut-hasil hutan
- Hak-hak lain
Lantas, kalau mau beli rumah, kira-kira harus urus surat yang mana nih? Yuk, intip perbedaan 5 jenis surat properti berikut ini!
5 Jenis Sertifikat Rumah
1. Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sertifikat ini adalah bukti kepemilikan atas tanah dan bangunan yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertifikat Hak Milik memberikan hak penuh atas tanah dan bangunan yang tercatat di dalamnya.
Sertifikat ini menjadi jenis sertifikat rumah paling kuat, karena tidak ada pihak lain yang bisa ikut campur atas kepemilikan tanah dan lahan tersebut. Yang terpenting lagi, SHM ini juga hanya bisa dimiliki oleh WNI, sehingga WNA tidak bisa memiliki rumah bersertifikat SHM.
Intinya, semua nama yang tertera dalam SHM, dianggap sebagai pemilik yang sah atas sertifikat rumah berdasarkan hukum. Selain itu, tanah atau bangunan dengan sertifikat SHM juga disebut sebagai tanah yang paling mahal, sehingga cocok untuk investasi.
2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat ini diterbitkan dalam situasi di mana tanah masih merupakan hak negara atau hak adat (bukan tanah milik sendiri). Sertifikat Hak Guna Bangunan memberikan hak penggunaan atas tanah selama jangka waktu tertentu, biasanya berlaku sampai 30 tahun, dan bisa diperpanjang juga hingga batas waktu 20 tahun.
Keuntungan Membeli Properti dengan SHGB:
- Biaya lebih terjangkau
- Punya peluang usaha yang lebih terbuka (untuk kamu yang mau punya properti tapi tidak bermaksud untuk menempati dalam waktu lama)
- Bisa dimiliki oleh Non WNI alias WNA
Kerugian membeli Properti dengan SHGB:
- Jangka waktu terbatas
- Tidak bebas
3. Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS)
Kalau rumah yang tidak berdiri di atas tanah secara langsung, bagaimana? Misalnya seperti rumah susun, atau apartemen? Nah, kalau kamu punya rencana beli properti jenis ini, kamu bisa urus Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS).
Sertifikat ini, memang khusus diterbitkan untuk unit rumah susun atau apartemen. Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun memberikan hak kepemilikan atas unit tersebut, serta hak bersama atas fasilitas umum dan lahan bersama dalam kompleks rumah susun.
Karakteristik sertifikat SHSRS:
- Hak milik bersifat perorangan dan terpisah
- Memiliki fasilitas bersama atau strata title (seperti lahan parkir, taman, tempat ibadah)
- Terdapat jangka waktu strata title, di mana harus mengikuti status tanah tempat bangunan apartemen berdiri. Jika bangunan menggunakan HGB, maka pada akhir masa orang pemilik strata title, harus bersama-sama memperpanjang HGB
- Jika statusnya HSM, artinya bangunan hanya bisa dimiliki oleh WNI.
4. Akta Jual Beli (AJB)
AJB adalah singkatan dari Akta Jual Beli dan bukan sertifikat rumah. AJB merupakan dokumen resmi yang hanya berfungsi sebagai bukti sah, tentang adanya transaksi jual beli properti, seperti tanah, rumah, atau bangunan lainnya. Akta Jual Beli biasanya disusun oleh seorang notaris atau pejabat yang berwenang.
AJB juga sangat rentan untuk dipalsukan dan digandakan, sehingga kamu bisa pilih AJB tipe yang diproses di atas tanah SHM yang belum dipecah. Sebenarnya, masih ada beberapa tipe AJB yang bisa dipilih, seperti AJB diatas HGB, dan AJB diatas tanah Eigendom, Girik, atau Petok.
5. Girik atau Petok
Perlu digaris bawahi, bahwa girik atau petok bukanlah sertifikat kepemilikan tanah, melainkan berfungsi untuk menunjukkan penguasaan atas lahan dan juga untuk keperluan perpajakan. Biasanya, surat girik atau petok juga selalu disertai dengan surat lainnya, seperti Akta Jual Beli (AJB) atau Surat Waris.
Sertifikat Girik adalah dokumen yang berfungsi sebagai bukti kepemilikan tanah atau bangunan yang belum diolah menjadi sertifikat resmi seperti Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Indonesia.
Sertifikat Girik umumnya digunakan untuk tanah atau bangunan yang status kepemilikannya masih dalam proses pengukuran atau pemetaan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau tanah yang belum dilakukan pendaftaran resmi.
Nah, sekarang sudah tahu perbedaan 5 jenis sertifikat rumah ini bukan? Selain dijadikan tempat tinggal, rumah, properti atau bahkan tanah juga bisa dijadikan bisnis dan investasi yang cukup menguntungkan.
Tapi, ya harus punya lahannya dulu nih, baru bisa investasi. Kalau mau investasi yang bisa beli dengan harga murah, kamu bisa coba investasi saham di InvestasiKu saja!
Mulai Rp100 ribu, kamu sudah bisa beli saham dari emiten favorit, plus bisa dapat point juga, di setiap transaksinya! Yuk, segera download aplikasi InvestasiKu sekarang juga!