Sejak akhir tahun 2023, sudah ramai diberitakan bahwa perusahaan tekstil raksasa Sritex bangkrut dan bahkan terancam delisting dari BEI. Lalu pada pertengahan Juni 2024 silam, pihak Sritex pun angkat bicara setelah kabar miring tersebut.
Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, menegaskan bahwa perusahaan tidak bangkrut dan masih beroperasi. Perusahaan juga tidak mendapatkan putusan pailit dari pengadilan. Seiring dengan bantahan tersebut, Sritex justru telah melakukan PHK kepada 3.000 karyawannya. Disinyalir, potensi pemecatan tersebut akan terus berlanjut.
Tak berhenti disitu saja, pihak pemerintah turut memberi suara tentang kabar Sritex bangkrut. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan bahwa Sritex bangkrut dan ada banyak hal-hal yang harus dipelajari alasannya. Memangnya, apa saja sih alasan Sritex bangkrut dan terancam delisting dari BEI? Yuk, simak ulasannya berikut ini!
4 Kemungkinan Alasan Sritex Bangkrut
1. Efek Pandemi Covid-19
Sebenarnya, ada banyak perusahaan yang terancam gulung tikar sebagai efek pandemi Covid-19. Artinya, tidak hanya Sritex saja yang bangkrut tetapi ada banyak perusahaan dari industri manapun.
Efek pandemi ini berupa kebijakan moneter yang kemudian membuat permintaan global untuk kebutuhan tekstil menjadi menurun. Selain itu juga terjadi pula pembatasan perjalanan khususnya saat lockdown berlangsung. Melalui aturan tersebut, proses produksi berkurang sehingga pabrik ditutup.
Saat pandemi Covid-19 berlangsung, tidak hanya permintaan saja yang menurun tetapi juga proses pasokan bahan baku. Akibatnya, produksi awal tertunda dan berpengaruh pada produksi akhir.
Dalam hal ini, Sritex sudah berupaya mengurangi proses produksi supaya tidak terjadi kelebihan stok dan cash flow tetap stabil. Sayangnya, hal tersebut justru menurunkan laba Sritex.
Pada tahun 2021, Sritex mengalami penurunan harga saham yang signifikan. Pada tahun itu saja, perusahaan tekstil ini menghasilkan kerugian bersih yang bahkan hingga Rp16,76 triliun.
2. Terlilit Utang Besar
Sritex bangkrut disinyalir akibat terlilit utang besar bahkan sebelum terjadinya Covid-19. Berdasarkan pemantauan khusus dari Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Daftar Efek Bersifat Ekuitas, hingga September 2022 saja total liabilitas sahamnya mencapai Rp24,66 triliun.
Tumpukan utang tersebut disebabkan karena beberapa hal, mulai dari obligasi, pinjaman bank khususnya dari BNI dan BRI, hingga pajak kepada pemerintah. Lilitan utang tersebut juga sudah termasuk utangnya kepada para karyawan yang di-PHK.
Baca Juga: Sejarah Sritex Sampai Listing di Bursa, Kini Hampir Bangkrut!
3. Ekuitas Sritex Negatif
Pada sebuah perusahaan, ekuitas negatif alias negative equity terjadi saat jumlah total kewajiban atau utang perusahaan justru lebih dari jumlah total aset perusahaan. Artinya, sekalipun perusahaan tersebut menjual seluruh asetnya untuk membayar utang, masih saja ada sisa utang yang belum terbayarkan.
Biasanya, kondisi ekuitas negatif dipengaruhi beberapa faktor. Mulai dari kerugian operasional dalam jangka panjang, pembiayaan yang tidak tepat, hingga terjadi kesalahan manajemen keuangan perusahaan.
Jika sebuah perusahaan sudah ada sinyal akan ekuitas negatif ini, maka investor harus waspada sebab akan berisiko bangkrut.
4. Saham Dibekukan Sementara
Pada Oktober 2022, pihak OJK telah memberhentikan perdagangan saham Sritex secara sementara. Hal ini karena Sritex dianggap tidak memenuhi kewajiban khususnya dalam mempublikasikan laporan keuangan tahunan maupun laporan keuangan kuartal pertama 2022. Jadi, pihak OJK mengambil tindakan pembekuan sementara tersebut.
Pembekuan saham secara sementara ini juga upaya OJK untuk melindungi para investor dan tetap memastikan adanya transparansi sekaligus akuntabilitas di pasar modal.
Apabila Sritex telah mempublikasikan laporan keuangan tahunan maupun laporan keuangan kuartal pertama 2022, maka pembekuan sementara tersebut akan dicabut.
Terkait dengan saham Sritex di BEI dengan kode SRIL ini, dapat kamu pantau grafik naik turunnya melalui aplikasi InvestasiKu. Kamu juga bisa memindahkan saham di Sritex ini ke sekuritas lain.