Baru-baru ini Mahkamah Agung (MA) resmi melarang permohonan pencatatan pernikahan beda agama. Namun, bagaimana jika ada pasangan yang terlanjur menikah beda agama dan disahkan di catatan sipil, kemudian apa yang terjadi dengan hak waris pasangan hingga sang anak?
Simak artikel InvestasiKu berikut ini untuk penjelasan lebih lengkapnya!
Apa Itu Warisan?
Warisan adalah suatu hal peninggalan yang diturunkan atau diberikan oleh pewaris yang sudah meninggal kepada orang yang menjadi ahli waris sang pewaris.
Menurut buku Pokok-Pokok Hukum Perdata yang ditulis oleh Subekti, apa yang dapat diwarisi oleh pewaris kepada ahli waris adalah hukum waris berlaku suatu asas.
Maksudnya, bahwa hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan hingga harta benda saja yang dapat diwariskan.
Selain itu, dalam hukum waris juga berlaku suatu asas, bahwa apabila seorang meninggal maka di waktu itu juga segala hak dan kewajiban akan beralih kepada ahli waris yang sudah ditentukan.
Namun, bagaimana dengan di Indonesia? apakah ada pewaris beda agama?
Dilansir dari situs hukumonline, di Indonesia sendiri pewarisan beda agama cukup banyak terjadi.
Apa maksud dari pewarisan beda agama? Maksudnya adalah pewaris dan ahli waris yang ditinggalkan saling berbeda agama.
Misalnya, pewaris adalah orang tua si A yang beragama katolik dengan 1 orang anak yang beragama Islam. Hal ini bisa disebut sebagai pewarisan beda agama.
Baca Juga: Pentingnya Literasi Keuangan Buat Millennial dan Gen Z
Pernikahan Beda Agama, Bagaimana Hak Waris Anak?
Sebelum masuk ke hak waris, jika dilihat dari Pasal 42 UU Perlindungan Anak, jelas disebutkan jika setiap anak akan mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya. Anak juga bisa menentukan dengan bebas pilihan agam yang ingin dipeluk, namun sebelum bisa menentukan sendiri agamanya, maka agama yang akan dipeluk akan mengikuti agama orangtua nya.
Jadi, harus ada kesepakatan dari kedua orangtua, apa agama yang akan dipeluk oleh anak mereka, sebelum akhirnya menentukan agamanya sendiri saat sang anak sudah dewasa.
Selain itu, selama pernikahan dianggap sah oleh negara, maka anak tidak akan kehilangan hak warisnya. Karena, jika pernikahan tidak bisa disahkan, maka status anak juga dari pasangan tersebut bisa menjadi anak luar nikah.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1974, yang mengatur tentang Perkawinan bilang bahwa, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Pewaris Beda Agama Menurut Hukum
Namun, bagaimana dengan aturan baru yang menyatakan jika pasangan beda agama resmi dilarang Mahkamah Agung (MA)?
Sebenarnya, gak ada sangkut paut hal ini dengan warisan sang anak jika pasangan tersebut beda agama. Karena pewarisan baru ada apabila pewaris telah meninggal dunia.
Maka segala harta peninggalan milik pewaris akan beralih ke ahli waris. Prinsip pewarisan ini menurut Pasal 932 KUHPerdata adalah hubungan darah, yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup.
Ada empat golongan ahli waris menurut KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
- Golongan I: terdiri dari suami atau isteri yang ditinggalkan, anak-anak sah, serta keturunannya.
- Golongan II: terdiri dari ayah, ibu, dan saudara kandung pewaris.
- Golongan III: terdiri dari Kakek, nenek, dan keluarga dalam garis lurus ke atas.
- Golongan IV: terdiri dari saudara dalam garis ke samping, misalnya paman, bibi, saudara sepupu, hingga derajat keenam, dan saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam.
Kesimpulannya, pembagian warisan menurut hukum tidak membedakan bagian entah itu status hingga agama antara laki-laki dan perempuan.
KUHPerdata tidak mengatur mengenai pewarisan beda agama atau larangan bagi ahlir waris yang mewarisi harta peninggalan si pewaris apabila di antara pewaris dan ahli waris berbeda agama.