Investasi makin populer dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kalangan generasi muda. Ditambah lagi dengan adanya aplikasi investasi yang mudah digunakan, postingan flexing di media sosial, hingga campaign dari influencer finansial, tentu mendorong banyak orang untuk mencoba investasi.
Sayangnya, banyak juga investor baru yang berhenti investasi saat tahun-tahun pertama. Alih-alih menjadi langkah awal menuju kebebasan finansial, pengalaman investasi mereka justru berhenti di tengah jalan.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Yuk, simak ulasannya!
Harapan vs Realita Investor Pemula
Investor pemula cenderung berekspektasi tinggi setelah melihat postingan flexing hasil dividen saham atau return reksadana di sosial media. Yap, mereka masuk ke dunia investasi dengan keyakinan bahwa keuntungan bisa diraih dengan cepat.
Wajar saja sebab mereka terus demikian karena dipicu oleh cerita sukses yang viral di media sosial. Padahal, realita pasar tidak selalu seindah itu. Alhasil, saat kenyataan tidak sesuai harapan, mereka merasa kecewa dan berhenti investasi.
Secara psikologis, manusia cenderung underestimate risiko saat melihat peluang. Dalam konteks ini, investor pemula sering kali hanya fokus pada potensi keuntungan tanpa memahami risiko fluktuasi. Begitu menghadapi kerugian kecil, rasa takut dan kecewa langsung mendominasi.
Media sosial dan tekanan sosial menjadi trigger investor pemula ini berekspektasi tinggi. Kamu pasti tahu ‘kan bahwa di media sosial sering hanya menampilkan sisi glamor dari investasi. Mulai dari cuan besar hingga gaya hidup mewah. Jarang sekali orang membagikan kerugian mereka. Akibatnya, investor pemula punya bayangan yang tidak realistis.
Pun demikian tekanan sosial dari teman-teman yang berhasil investasi, sementara dirinya merugi. Pasti akan muncul rasa malu dan rendah diri. Dalam psikologi sosial, ini disebut social comparison, yang bisa melemahkan motivasi.
Ingat, comparison is the thief of joy.
Ada banyak faktor emosional yang melatarbelakangi ekspektasi tersebut, yakni:
-
Stres Akibat Fluktuasi
Melihat grafik turun-naik setiap hari bisa memicu stres, apalagi bagi yang belum terbiasa dengan volatilitas pasar. Banyak yang tidak siap mental menghadapi pergerakan harga, sehingga memilih keluar dari investasi.
-
Fear of Missing Out (FOMO)
Investor baru sering masuk karena takut ketinggalan tren. Namun begitu tren reda, rasa kecewa muncul. Padahal, FOMO dalam konteks investasi itu tidak boleh karena strategi dan kemampuan finansial setiap individu itu berbeda, tidak bisa disamakan begitu saja.
-
Kurangnya Support System
Tanpa komunitas atau mentor, investor pemula merasa sendirian menghadapi pasar. Rasa kesepian ini memperkuat keputusan untuk menyerah.
Baca Juga: Membandingkan Portofolio Milik Sendiri dengan Orang Lain, Bolehkah?
Bias Psikologis yang Memengaruhi Investor Baru
Ingat, psikologi perilaku investor sendiri itu berpengaruh juga pada keputusan investasi. Ada beberapa bias psikologis yang membuat investor pemula sulit bertahan di tahun pertama:
1. Loss Aversion
Loss Aversion adalah rasa sakit karena kerugian yang dialami oleh investor saat melakukan investasi lebih besar daripada kesenangan yang berasal dari keuntungan. Singkatnya, manusia lebih takut rugi daripada senang untung.
Misalnya, rasa sakit kehilangan Rp1.000 dua kali lebih kuat daripada rasa senang mendapatkan Rp1.000. Investor baru yang merugi sedikit saja sering merasa trauma dan langsung berhenti, padahal kerugian itu masih wajar terutama pada investasi jangka panjang.
2. Overconfidence Bias
Overconfidence Bias adalah perilaku seseorang yang sangat yakin atas kemampuan dan keahliannya dalam memprediksi sesuatu. Kondisi tersebut tentu berpengaruh pada keputusan investasi.
Awalnya banyak investor merasa percaya diri bahwa mereka bisa “mengalahkan pasar”. Ketika kenyataan tidak sesuai, rasa percaya diri runtuh, lalu berubah menjadi frustasi.
3. Herd Mentality
Investor pemula sering membeli aset karena ikut-ikutan tren. Begitu tren berbalik arah, mereka panik dan merasa tertipu. Ikut-ikutan membuat mereka tidak punya strategi yang kuat untuk bertahan.
4. Short-Termism (Pandangan Jangka Pendek)
Secara psikologis, manusia cenderung lebih fokus pada hasil cepat daripada proses jangka panjang. Investor baru sering tidak sabar menunggu investasi berkembang. Akibatnya, begitu tidak melihat hasil instan, mereka berhenti.
Baca Juga: Herd Mentality dalam Investasi - Fenomena Ikut-Ikutan Beli Reksadana Populer
Bagaimana Agar Investor Baru Bisa Bertahan?
Sebagai investor pemula, jangan langsung berekspektasi banyak hal terkait return investasi. Ingat, semua yang dipamerkan di sosial media itu hanya hal-hal bagusnya saja. Nah, berikut ada beberapa pendekatan psikologis yang bisa membantu:
1. Reframe Kerugian sebagai Proses Belajar
Investor pemula perlu melihat kerugian bukan sebagai kegagalan, melainkan biaya belajar. Perspektif ini bisa mengurangi trauma psikologis.
2. Tetapkan Tujuan Realistis
Alih-alih berharap kaya dalam setahun, lebih baik fokus pada tujuan jangka panjang seperti dana pendidikan atau pensiun. Buat tujuan yang realistis mungkin, tidak perlu sama dengan orang lain.
3. Edukasi Diri tentang Risiko
Prinsip investasi adalah high return-high risk; low return-low risk. Apapun instrumen investasinya pasti punya risikonya. Itulah mengapa, kamu juga harus memilih instrumen investasi sesuai dengan profil risiko.
4. Strategi Dollar-Cost Averaging (DCA)
Strategi DCA ini membantu mengurangi stres karena investor berinvestasi secara rutin dengan jumlah tetap, tanpa perlu menebak waktu pasar.
Lagipula, strategi ini justru membangun perilaku disiplin investasi supaya seiring berjalannya dapat terbiasa menabung aset. Strategi DCA cocok untuk tujuan investasi jangka panjang, sekitar lebih dari 3 tahun.
Berhubung strategi ini tidak perlu menebak waktu pasar yang naik turun itu, secara langsung bisa mengurangi stress atau bahkan overthinking.
5. Bangun Support System
Kamu bisa bergabung dengan komunitas investasi atau mencari mentor yang memberi dorongan psikologis untuk tetap bertahan. Di Mega Capital Sekuritas, tersedia WhatsApp Group Chat yang dipandu oleh beberapa tenaga ahli di dunia investasi. Jika kamu tertarik, bisa klik di sini untuk pengisian identitas.
Baca Juga: 8+ Macam Investasi Beserta Kelebihan dan Kekurangannya, Apa Saja?
Minat Berinvestasi Secara Cerdas?
Nah, itulah penjelasan tentang mengapa banyak investor pemula cenderung berhenti investasi saat tahun pertama. Biasanya karena faktor psikologi seperti ekspektasi tidak realistis, trauma kerugian, ikut-ikutan, hingga tekanan sosial.
Maka dari itu, pilihlah instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko. Ingat, profil risiko setiap individu itu berbeda. Kamu dan teman-temanmu tongkrongan jelas memiliki profil risiko yang berbeda, bergantung pada kondisi keuangan maupun pengalaman investasi.
Dalam konteks investasi reksadana, apabila profil risikomu konservatif, maka pilih reksadana pasar uang. Jika profil risikomu adalah moderat maka pilih reksadana pendapatan tetap.
Jika profil risikomu agresif, bisa pilih reksadana saham. Namun apabila kamu cukup fleksibel dan ingin seimbang antara return serta risiko, bisa pilih reksadana campuran.
Semua jenis reksadana tersebut dapat kamu investasikan melalui aplikasi InvestasiKu. Mulai dari Mega Asset Greater Infrastructure, Cipta Dana Cash, Reksadana Pendapatan Tetap PNM Cinta Anak Bangsa Kelas Gold, Reksadana Bahana Primavera 99 Kelas G, maupun Trim Kapital Plus, ada di aplikasi InvestasiKu.
Jangan khawatir, aplikasi ini telah berada di bawah pengawasan OJK sehingga legal dan terpercaya. Yuk, download InvestasiKu dan tanamkan saham demi masa depan yang lebih baik.