Pada hari Kamis kemarin, harga minyak kelapa sawit ditutup menguat 2.5% ke level RM5.164/ton di mana level ini sekaligus menjadi level tertinggi sepanjang sejarah harga sawit.
Sejak awal tahun saja, harga CPO ini sudah naik hampir 10% dan naik 30% di tahun 2021.
Harga CPO ini diprediksi oleh kepala strategi perdagangan dan lindung nilai di Kaleesuwari Intercontinental, Gnanasekar Thiagarajan akan tetap tinggi minimal di atas RM4,700/ton nya hingga 12 bulan ke depan.
Mahalnya harga minyak sawit diakibatkan oleh dampak covid 19 yang membuat tenaga kerja asing di Malaysia yang merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia menjadi kekurangan akibat pelarangan memasuki Malaysia bagi tenaga kerja asing.
Ditambah lagi, curah hujan yang tinggi akibat La Nina semakin membuat pasokan minyak sawit semakin menipis sementara kebutuhan akan minyak sawit semakin bertambah akibat sudah mulai berangsur pulihnya akitivtas masyarakat yang membuat kebutuhan minyak sawit untuk memasak, deterjen hingga pembuatan es krim jadi meningkat.
Selain itu, Indonesia sebagai negara nomor 2 penghasil minyak sawit terbanyak di dunia juga mengalami hal yang sama yaitu curah hujan yang tinggi.
BMKG memperkirakan, bahwa akan terjadi peningkatan curah hujan dari curah hujan rata-rata di tahun 2021 pada periode Januari hingga November nanti meski dari rentang waktu tersebut ada bulan-bulan yang curah hujannya akan rendah misal Mei.
Kenaikan intensitas hujan ini salah satunya ada di provinsi Sumatera di mana provinsi ini menjadi provinsi yang paling banyak memproduksi minyak sawit.
Key Takeaway
Kenaikan harga jual minyak sawit ini menjadi katalis positif bagi emiten-emiten yang bergerak di bidang kelapa sawit sebut saja AALI & LSIP yang bergerak di bidang penjualan minyak kelapa sawit dan SIMP yang menjual minyak makan dengan merek dagang Bimoli karena bisa mendongkrak pendapatan mereka dari kenaikan harga komoditas minyak sawit ini.
Download InvestasiKu.id sekarang!