Seluruh dunia sepertinya sudah tahu bahwa Indonesia adalah ladangnya sumber daya alam. Alhasil, perusahaan-perusahaan tambang asing berbondong-bondong "mengeruk" hasil alam tersebut hingga bertahun-tahun lamanya.
PT Freeport mungkin menjadi contoh perusahaan tambang asing yang paling lama berada di Indonesia, yakni sekitar 51 tahun. Lantas, apa saja daftar perusahaan tambang asing di Indonesia? Yuk, simak ulasannya berikut ini!
14 Perusahaan Tambang Asing di Indonesia
No. |
Nama Perusahaan |
Asal Perusahaan |
Sektor |
1. |
Freeport |
Amerika Serikat |
Pertambangan tembaga, emas, dan perak |
2. |
Exxonmobil Corporation |
Texas, AS |
Minyak bumi dan gas alam |
3. |
Shell |
Belanda |
Minyak bumi |
4. |
BP |
Inggris |
Minyak bumi dan gas alam |
5. |
Chevron Pacific |
Amerika Serikat |
Minyak bumi |
6. |
Petronas |
Malaysia |
Minyak bumi dan gas alam |
7. |
Newmont Nusa Tenggara |
Amerika Serikat |
Emas |
8. |
Santos Ltd |
Australia |
Minyak bumi dan gas alam |
9. |
Petrochina |
China |
Minyak bumi dan gas alam |
10. |
Cnooc |
China |
Gas alam |
11. |
Statoil (Equinor ASA) |
Norwegia |
Minyak bumi, gas alam, petrokimia, tenaga listrik |
12. |
Eni |
Italia |
Minyak bumi dan gas alam |
13. |
Statoil-Niko |
Norwegia |
Minyak dan gas |
14. |
Hess |
Amerika Serikat |
Minyak dan gas |
Baca juga: Daftar Perusahaan Penghasil Batu Bara Terbesar di Indonesia
Sejak Kapan Perusahaan Tambang Asing Masuk ke Indonesia?
Masa kolonial dimana Indonesia mengalami penjajahan, seolah membuktikan bahwa negara ini sering menjadi pintu masuk-keluar negara asing untuk memperoleh keuntungan.
Sejak tahun 1850-an, ternyata pemerintah Hindia Belanda telah mendirikan sebuah kantor khusus untuk penyelidikan bahan tambang, Dienst van hen Mijnwezen di Jakarta (kala itu Batavia).
Kegiatan pertambangan ini turut disahkan oleh UU Pertambangan Indische Mijnwet dan aksesnya hanya dapat dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Seiring berjalannya waktu, keberadaan pertambangan asing ini masih terus masuk ke Indonesia dari Orde Lama hingga sekarang ini.
Masa Orde Lama, 1950-an, pemerintah mengeluarkan UU No.37 Prp 1960 atas Izin Eksploitasi Galian Strategis. Peraturan ini diperuntukkan bagi perusahaan negara maupun swasta.
Masa Orde Baru, 1960-an, mulai masuk perusahaan tambang asing di Indonesia, yakni PT Freeport. Alhasil, pemerintah pun mengeluarkan Tap MPRS No.XIII/MPRS/1976 dan UU No.1 Tahun 1967.
Dalam rentang waktu 1967-1972, setidaknya terdapat 16 perusahaan tambang asing yang masuk ke Indonesia. Mulai dari ALCOA, US Steel, INCO, Kennecott, dan lainnya.
Namun, pemerintah tidak menyadari bahwa masuknya perusahaan tambang asing di Indonesia justru membuka peluang akan kerusakan lingkungan di negara ini. Lihat saja deh bagaimana kondisi lingkungan wilayah Papua yang rusak dalam skala besar, hasil dari penambangan Freeport.
Kamu pasti tahu dong jika Papua memiliki jutaan hektar hutan yang bahkan belum terjamah oleh pembangunan peradaban. Namun, hutan tersebut semakin “hilang” sebab terus dieksploitasi sumber daya alam amupun tambangnya.
Sungai-sungai di Papua yang sejak dulu sering menjadi sumber kehidupan masyarakat Papua, sekarang justru tercemar. Kebanyakan, sungai-sungai tersebut tercemar oleh limbah tailing.
Limbah tailing merupakan limbah sisa proses pemisahan material emas dan perak dari bijih (ore). Itu juga yang saat ini tengah digalakkan pada kampanye ‘All Eyes on Papua’.
Lalu pasca Orde Baru, 2004, pemerintah kembali mengesahkan UU No.4 Tahun 2009. Peraturan tersebut mengatur tentang perizinan pertambangan. Lagi-lagi, ada banyak pelanggaran yang terjadi atas industri tambang asing ini.
Mulai dari ketidakadilan pekerja, hak atas tanah, hingga perusahaan tambang yang tidak mereklamasi lahan bekas tambang.
FYI, lahan bekas tambang yang dibiarkan begitu saja justru dapat menghasilkan danau-danau beracun.
Padahal, perusahaan-perusahaan tambang asing tersebut seharusnya sudah memahami apa saja 5 hal yang diatur dalam UU No.11 tahun 1967, yakni ada:
- Kuasa Pertambangan, terutama bagi perusahaan nasional baik itu BUMN maupun swasta.
- Kontra Karya, terutama bagi perusahaan tambang golongan A, B, dan modal asing.
- Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara, khususnya bagi modal dalam negeri maupun modal asing.
- Surat Izin Pertambangan Daerah, terutama bagi perusahaan nasional maupun koperasi yang tengah mengusahakan bahan galian industri.
- Surat Izin Pertambangan Rakyat.