Baik ibadah haji maupun umroh, pasti akan melaksanakan tahapan Sa’i. Sa’i tidak hanya sekadar berjalan atau berlari-larian kecil saja di antara bukit Shafa dan Marwah, tetapi lebih dari itu.
Sa’i adalah salah satu tahapan ibadah umroh maupun haji yang berupa kegiatan berjalan atau berlari-larian kecil sebanyak 7x di antara Bukit Safa dan Marwah.
Sa’i ini menjadi bentuk peringatan atas perjuangan Hajar selaku istri Nabi Ibrahim yang berupaya mencari air untuk putranya, Ismail.
Jika membicarakan tentang sejarah Sa’i, maka berkenaan dengan sebelum dan sesudah datangnya Islam. Bagaimana sejarah Sai jika dirunut atas kedatangan agama Islam? Yuk, simak penjelasannya berikut ini!
Sejarah Sa’i Sebelum Datangnya Islam
Sejarah sa’i sebelum datangnya agama Islam, tentu saja pada masa Nabi Ibrahim AS tepatnya.
Kamu harus tahu bahwa Nabi Ibrahim AS itu membawakan agama hanif, dimana ajarannya selalu mengajak manusia untuk bertauhid di jalan Allah SWT dan menentang kesyirikan.
Hal ini termuat pada Q.S Ali-Imran ayat 67 yang berbunyi:
“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, Muslim dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik.”
Pada saat itu, Nabi Ibrahim AS tinggal di Hebron, Palestina. Lalu, turunlah wahyu kepada Nabi Ibrahim AS supaya Beliau pergi ke Makkah bersama dengan Siti Hajar dan anaknya Ismail.
FYI, pada masanya memang Makkah belum didiami manusia. Hanya berupa padang pasir dan bukit tandus yang bahkan tidak ada air.
Lantas, Allah SWT menguji Nabi Ibrahim AS kembali dengan memerintahkannya meninggalkan Siti Hajar dan Ismail yang masih bayi di wilayah Makkah tersebut. Tidak ada makanan maupun air di sana.
Saat perjalanan ke tanah Makkah yang tandus itu, berkali-kali Siti Hajar bertanya kepada suaminya.
“Kemanakah Anda hendak pergi dan mengapa Anda meninggalkan di lembah ini, tanpa ada seorangpun sebagai kawan dan tidak ada sesuatu apapun?”.
Namun, Nabi Ibrahim AS tidak menoleh sama sekali kepadanya.
Akhirnya, Siti Hajar kembali bertanya: “Adakah Allah yang memerintahkan Anda berbuat semacam ini?”
Barulah, Nabi Ibrahim AS mengiyakan. Mendengar jawaban tersebut, Siti Hajar langsung lega dan berkata: “Kalau demikian, pastilah Allah tidak akan menyia-nyiakan nasib”.
Nabi Ibrahim AS juga berdoa yang kemudian menjadi ayat ke-37 pada Q.S. Ibrahim yang berbunyi:
”Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”
Baca Juga: Mengenal Bukit Sai dan Bukit Marwah di Makkah Dalam Perspektif Islam
Ketika hendak meninggalkan Siti Hajar dan Ismail, tentu saja Beliau membekali mereka dengan segala makanan dan minuman. Seiring peninggalan Nabi Ibrahim AS, bekal makanan minuman tersebut semakin habis.
Siti Hajar tidak tahan melihat anaknya yang masih kecil menangis karena kehausan. Alhasil, dirinya melihat adanya bukit Shafa di dekatnya dan berupaya pergi ke tempat tersebut.
Siti Hajar terus berlari-larian kecil menuju Bukit Marwah. Lagi-lagi, dirinya berdiri di puncak dan menengok ke lembah, kalau-kalau ada orang yang lewat.
Siti Hajar terus melakukan hal tersebut bolak-balik ke Bukit Shafa ke Bukit Marwah selama 7x. Dirinya juga tidak berani menuju lokasi yang lebih jauh karena takut meninggalkan Ismail terlalu jauh.
Saat Ismail menangis, barulah Siti Hajar mengampiri. Tak ada yang tahu bahwa di dekat Ismail ada malaikat yang menjejakkan kakinya ke bumi dan muncul air mata, kemudian diberi nama air zam zam.
Siti Hajar dengan segera menciduk air tersebut dan ditaruh ke tempat air, supaya Ismail bisa meminumnya.
Setelah air zam zam keluar, daerah tersebut menjadi subur. Suku Jurhum yang lewat daerah situ pun meminta izin kepada Siti Hajar untuk menempatinya, hingga kemudian berkembang menjadi kota Makkah sekarang ini.
Baca Juga: 7 Keutamaan Umroh, Salah Satunya Ganjaran Surga Dari Allah SWT
Sejarah Sa’i Setelah Datangnya Islam
Kamu pasti sudah tahu bahwa Sa’i itu bagian dari tahapan umroh maupun haji yang wajib dilaksanakan. Tidak hanya menjadi salah satu Rukun Islam saja, tetapi juga telah tertulis pada Q.S Ali Imran ayat 97 yang berbunyi:
“Dan kewajiban kepada Allah atas manusia untuk berhaji ke Baitullah, bagi mereka yang mampu melakukan perjalanan ke sana. Barangsiapa yang ingkar akan kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari seluruh alam”
Tahukah kamu, saat ayat tersebut turun, justru Makkah tengah dikuasai oleh kaum musyrik yang memusuhi kaum muslimin. Kondisi ini tentu tidak memungkinkan bagi Rasulullah SAW dan sahabatnya untuk menunaikan haji.
Namun, Rasulullah SAW memberikan saran bahwa para sahabatnya terutama kaum Anshar yang merupakan warga pribumi Madinah harus tetap melaksanakan haji sesuai dengan manasik Nabi Ibrahim AS dan tidak menyembah berhala; termasuk Sa’i.
Sepulangnya dari berhaji itu, para sahabat Nabi yang sekaligus kaum Anshar melapor bahwa selama melaksanakan tahapan Sa’i, mereka masih ragu.
Hal itu karena di tengah-tengah jalur Sa’i yakni tepatnya antara Bukit Safa dan Bukit Marwah, masih terdapat 2 berhala besar Asaf dan Na’ilah. Tak berselang lama, turunlah wahyu Allah SWT yakni ayat ke-158 Surah Al-Baqarah:
“Sesungguhnya Safa dan Marwah sebagian dari monumen-monumen Allah. Maka barangsiapa berhaji ke Baitullah atau berumrah, tidak salah baginya untuk bolak-balik pada keduanya. Dan barangsiapa menambah kebaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pembalas Syukur lagi Maha Mengetahui”
FYI, ayat ini sering dibaca oleh para jamaah umroh maupun haji ketika tengah melaksanakan ibadah Sa’i.
Pada bulan Dzulqa’ah 6 Hijri (sekitar April 628), Rasulullah SAW bermimpi menunaikan umroh ke Makkah. Untuk merealisasikan mimpi itu, Beliau mengajak 1.500 sahabatnya untuk bersama-sama berangkat ke Makkah. Mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa hewan qurban.
Saat rombongan Rasulullah SAW memasuki pelataran Kabah untuk thawaf, para kaum Quraisy berteriak-teriak mengejek bahwa kaum muslimin tidak akan kuat berkeliling 7x putaran.
Mendengar ejekan tersebut, Rasulullah SAW bersabda: “Marilah tunjukkan kepada mereka bahwa kuat. Bahu kanan terbuka dari kain ihram, dan lakukan thawaf dengan berlari!”
Sesudah mencium Hajar Aswad, Rasulullah s.a.w. dan para shahabat memulai thawaf dengan berlari-lari mengelilingi Ka`bah, sehingga para pengejek akhirnya bubar.
Selepas melaksanakan tawaf, Rasulullah SAW menuju Bukit Safa untuk memulai Sa’i. Beliau naik ke Bukit Safa, menghadap Ka’bah, kemudian takbir 3x dan berdoa.
Lalu, Beliau turun ke lembah menuju ke Bukit Marwah dan berlari-larian kecil antara Masil dan Bait Aqil.
Tenang saja, kini lokasi Masil dan Bait Aqil telah ditandai dengan lampu hijau. Jarak antara Safa-Masil adalah 100 meter; Masil-Bait Aqil adalah 80 meter; dan Bait Aqil-Marwah adalah 240 meter.
Ketika sampai di Bukit Marwah, Rasulullah SAW melaksanakan apa yang dikerjakan di Safa sebelumnya, dan bolak-balik 7x.
Setelah selesai Sa’i, Rasulullah SAW yang masih berada di Bukit Marwah memberikan perintah kepada sahabatnya, yakni untuk tidak membawa hewan kurban lagi.
Baca Juga: Berapa Biaya Umroh 2024? Simak Rinciannya Berikut Ini!
Sudah Siap Untuk Beribadah Umroh?
Ibadah umroh dapat kamu laksanakan insyaAllah pada tahun depan, caranya dengan berinvestasi reksadana. Tenang saja, reksadana ini khusus reksadana syariah yang berprinsip pada hukum syariah Islam, sehingga tidak ada hal-hal haram dalam pelaksanaannya.
Saat kamu sudah memenuhi panggilan Allah SWT untuk mengunjungi kota suci Makkah dan Ka’bah, kamu tetap harus melaksanakan tawaf. Jika tidak melakukan ibadah ini, maka niatmu umroh pun juga akan dianggap batal.
Yuk, ikuti program Umroh Vest untuk wujudkan mimpi ke tanah suci dan belajar berinvestasi demi finansial yang lebih baik.
Sumber:
Bukhori, B. (2019). Kontekstualisasi Nilai-Nilai Ibadah Sa’i dalam Pendidikan Keluarga Perspektif Al-Qur’an (Doctoral dissertation, Institut PTIQ Jakarta).