Perencanaan anggaran dalam negara manapun itu mutlak diperlukan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN tentu saja harus disusun sebaik-baiknya. Tujuan penyusunan APBN secara umum adalah supaya stabilitas perekonomian dan pembangunan negara dapat lebih terarah.
Penyusunan anggaran ini memiliki 2 sisi yakni sisi pemasukan dan pengeluaran. Lantas, bagaimana sejatinya tujuan penyusunan APBN secara lebih lengkap? Yuk, simak ulasannya berikut ini!
Mengenal APBN Secara Lengkap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan yang disusun oleh negara supaya pertumbuhan ekonomi dapat stabil. APBN ini harus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dahulu.
Anggaran ini diperoleh dari berbagai sumber. Misalnya pajak, hibah, dan Penerimaan negara Bukan Pajak (PNBP). Selanjutnya, anggaran tersebut akan disusun sedemikian rupa dan dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan rakyat.
Penyusunan APBN ini tentunya akan berbeda setiap tahun. Mengingat setiap tahun pasti terjadi banyak momentum, baik di bidang politik maupun perekonomian domestik serta global. Jadi, wajar saja penyusunan APBN harus secara rinci dan berfokus pada pembangunan negara.
APBN harus tersusun sistematis dan lebih rinci, khususnya tentang pemasukan dan pengeluaran negara selama 1 tahun. Jadi, rentang waktu dalam APBN dimulai pada 1 Januari sampai 31 Desember.
Setiap tahunnya, pemerintah akan menyusun APBN yang berlandaskan UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2, dan 3. Pada pasal tersebut, tertulis bahwa APBN sebagai wujud dari upaya pengelolaan keuangan negara setiap tahun dan dilaksanakan secara terbuka demi kemakmuran rakyat.
Selain itu, ada juga dasar hukum yang berkaitan dengan APBN ini yakni pada UU No 12 Tahun 2003, dengan beberapa poin penting:
- Pasal 1 ayat 7, tentang APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui DPR
- Pasal 3 ayat 4, tentang APBN memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilitas.
- Pasal 4, tentang APBN merupakan anggaran belanja dalam masa 1 tahun mulai dari tanggal 1 Januari hingga 31 Desember.
- Pasal 11 ayat 1, tentang APBN akan ditetapkan setiap tahunnya dengan Undang-Undang.
- Pasal 11 ayat 2, tentang APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
Baca Juga: 6 Daftar Penerimaan Negara Bukan Pajak
Tujuan Penyusunan APBN
Tujuan APBN itu sendiri adalah untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran negara demi menumbuhkan ekonomi negara, sehingga kesejahteraan masyarakat pun dapat terwujud.
Adapun tujuan penyusunan APBN menjadi pedoman pemasukan dan pengeluaran negara supaya tetap seimbang, dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, penyusunan APBN juga memiliki tujuan lain yakni:
- Meningkatkan pertumbuhan perekonomian negara;
- Menjadi pedoman pemasukan dan pengeluaran negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan supaya dapat ekonomi dapat meningkat;
- Meningkatkan produksi dan kesempatan kerja agar kesejahteraan rakyat terpenuhi;
- Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR dan masyarakat luas;
- Meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah;
- Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dalam mengatasi inflasi;
- Menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses yang lebih prioritas;
- Memungkinkan pemerintah memenuhi prioritas belanja.
Struktur APBN
Sementara itu, sejak tahun 2005 pemerintah ternyata telah mengusulkan rencana APBN dengan format baru. Format ini bernama Anggaran Belanja Terpadu yang bertujuan untuk menghemat anggaran belanja negara sekaligus membasmi KKN.
Mulanya, format rencana APBN ini adalah T-Account, kemudian berubah menjadi I-Account. Pada format baru yakni I-Account terdiri atas (a) Pendapatan Negara dan Hibah; (b) Belanja Negara; dan (c) Pembiayaan.
Pada bagian Pendapatan Negara dan Hibah itu bersumber dari 1) pajak; 2) Penerimaan Negara Bukan Pajak alias PNBP; dan 3) Hibah. Lalu pada bagian Belanja Negara meliputi 1) belanja pemerintah pusat yang berupa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan; dan 2) belanja daerah, yang berupa dana perimbangan, otonomi khusus, dan penyesuaian.
Pada 2 bagian ini biasanya akan terjadi surplus atau defisit anggaran. Nah, untuk mengantisipasi hal tersebut, maka diperlukan pembiayaan yang bersumber dari luar pendapatan negara dan hibah, yakni 1) pembiayaan dalam negeri; dan 2) pembiayaan luar negeri.