Cara berpikir seorang investor tentu berkaitan dengan cara dirinya mengambil keputusan saat berinvestasi. Hal tersebut turut dipengaruhi oleh kondisi emosional, pola pikir, dan lingkungan sekitar. Singkatnya, memang investasi itu bukan sekadar angka, grafik, atau laporan keuangan saja.
Secara garis besar, ada dua tipe investor yakni investor emosional dan investor rasional. Simak apa saja perbedaan antara 2 tipe investor tersebut dan coba cermati, kamu tipe yang mana.
Siapa Itu Investor Emosional?
Investor emosional adalah mereka yang membuat keputusan terutama berdasarkan perasaan. Investor tipe ini sering terbawa suasana, entah itu euforia pasar yang sedang naik, atau rasa panik ketika pasar turun.
Misalnya saat IHSG naik tajam, investor emosional langsung takut ketinggalan momen dan buru-buru membeli saham yang tengah ramai tanpa analisis. Sebaliknya, ketika suatu harga saham jatuh, dirinya cenderung panik dan menjual aset begitu saja.
Dengan kata lain, emosi menjadi “setir” utama yang mengarahkan keputusan investasinya. Investor emosional biasanya menunjukkan tanda-tanda seperti:
- Sering FOMO (fear of missing out) terutama setelah scroll media sosial.
- Menjual atau membeli suatu saham hanya berdasarkan rumor saja.
- Sering menyesal setelah melakukan transaksi suatu saham.
- Sulit konsisten dengan strategi investasi jangka panjang.
Penyebab Investor Menjadi Emosional
Ada banyak penyebab mengapa sebagian besar investor terutama pemula menjadi investor emosional. Jawabannya adalah karena ada beberapa bias dalam psikologi diri mereka.
1. Confirmation Bias
Confirmation bias adalah istilah yang menggambarkan ketidakinginan seseorang untuk mengubah keyakinan awal yang telah dibuat sebelumnya. Singkatnya, confirmation bias ini membuat orang hanya hanya mencari informasi yang sesuai dengan keyakinannya saja.
Confirmation bias ini punya tingkatan yang dapat diukur dengan melihat beberapa hal:
- Opini apa yang mendapat dukungan terbanyak,
- Opini apa yang tidak didukung dengan berita mengenai pasar modal,
- Opini apa yang memiliki dukungan paling meyakinkan.
Jika sudah demikian, investor cenderung mengabaikan atau menolak bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan tersebut. Investor yang mengalami bias ini dapat mengalami kerugian dalam bertransaksi karena saat hendak membeli suatu produk investasi, hanya mencari informasi positif saja.
Pun sebaliknya, saat hendak menjual, hanya melihat dan mencari informasi negatif saja.
2. Recency Bias
Recency bias adalah kondisi di mana kamu terlalu fokus pada kejadian terbaru, bukan tren jangka panjang. Recency bias ini terjadi karena dipengaruhi oleh kecenderungan seseorang menilai sesuatu berdasarkan informasi yang terakhir dilihat atau didengarnya.
Investor emosional biasanya mengalami bias ini, sehingga perencanaan keputusan investasinya kurang tepat.
3. Rasa Takut dan Serakah
Rasa takut (fear) dan serakah (greed) sering mengendalikan investor, terutama investor pemula atau investor dengan profil risiko konservatif.
Investor emosional yang mengalami emosi ini akan takut rugi, sehingga membuatnya melakukan transaksi jual terlalu cepat. Sementara emosi serakah membuat investor akan menahan terlalu lama atau membeli di harga tinggi.
4. Overconfidence
Banyak investor percaya diri berlebihan alias overconfidence setelah untung sekali atau dua kali. Padahal, pasar bisa berubah cepat, dan keputusan yang terlalu percaya diri justru bisa merugikan besar.
Pengaruh Lingkungan terhadap Investor Emosional
Selain faktor psikologis, lingkungan juga sangat berperan. Investor emosional sering kali dipicu oleh hal-hal eksternal seperti:
1. Media dan Berita
Judul berita yang sensasional atau clickbait bisa memicu panik. Misalnya berita dengan judul “IHSG anjlok!” pasti akan membuat investor emosional buru-buru jual, padahal turunnya hanya 1%.
2. Grup dan Komunitas
Diskusi di grup WhatsApp, Telegram, atau forum sering jadi pemicu keputusan terburu-buru. “Katanya saham X bakal naik!” sering jadi alasan membeli tanpa riset. Padahal itu semuanya hanya dengan embel-embel “Katanya…” tanpa bukti valid.
3. Tekanan Sosial
Melihat teman atau kerabat untung besar karena suatu saham, pasti menimbulkan rasa iri dan mendorong FOMO untuk membeli saham yang sama.
4. Kondisi Ekonomi Pribadi
Investor yang butuh uang cepat cenderung lebih emosional. Saat harga turun sedikit saja, mereka bisa panik karena takut kehilangan modal.
Baca Juga: Fear VS Greed, Dua Musuh Utama Investor Reksadana
Siapa Itu Investor Rasional?
Investor rasional adalah mereka yang mengambil keputusan investasi dengan logika dan analisis. Perasaan memang tetap ada, tapi tidak sampai mengendalikan tindakan.
Investor rasional biasanya punya rencana jelas seperti tujuan keuangan, alokasi portofolio, dan batas risiko. Mereka juga lebih disiplin mengikuti strategi, bahkan ketika pasar sedang tidak menentu.
Contohnya saat suatu saham yang dimilikinya sedang turun harga, investor rasional akan meninjau ulang laporan keuangan emiten yang bersangkutan. Jika fundamental masih bagus, mereka bisa menahan atau bahkan menambah lot, bukan panik menjual.
Ciri-ciri investor rasional antara lain:
- Menggunakan data dan analisis sebelum membeli suatu saham.
- Menentukan target keuntungan dan batas kerugian (stop loss).
- Tidak mudah goyah oleh rumor atau opini mayoritas.
- Fokus pada jangka panjang, bukan hanya pergerakan harian.
Penyebab Investor Menjadi Rasional
Sama halnya dengan investor emosional, investor rasional juga mengalami bias kognitif tetapi lebih mampu mengendalikannya. Mereka sadar bahwa perasaan bisa menipu, sehingga mencoba menyeimbangkan dengan logika.
Investor rasional lebih lebih selektif dalam memilih sumber informasi, sehingga hanya percaya pada data valid. Investor tipe ini juga sering ikut komunitas investasi yang berbasis edukasi, sehingga tidak ikut berburu “saham gorengan”, apalagi jika belum paham sepenuhnya.
Beberapa faktor psikologi yang membantu investor rasional adalah:
- Kesabaran: tidak terburu-buru membeli atau menjual.
- Disiplin: berpegang pada strategi meski ada godaan untuk menyimpang.
- Kemampuan refleksi: mengevaluasi kesalahan, bukan menyalahkan pasar.
- Mindset probabilitas: menyadari bahwa tidak ada yang bisa memprediksi pasar 100%, sehingga fokus pada manajemen risiko.
Baca Juga: Top 3 Kinerja Reksadana di InvestasiKu (Update September 2025)
Tipe Investor Manakah Kamu?
Nah, itulah penjelasan tentang apa saja perbedaan investor emosional dan rasional dalam berinvestasi. Investor emosional cenderung terbawa suasana, panik, atau terlalu serakah. Sementara itu, investor rasional lebih tenang, disiplin, dan mengandalkan data.
Ingat, investasi bukan soal siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling bisa mengendalikan diri. Dengan menjadi lebih rasional, peluang mencapai tujuan keuangan jangka panjang akan semakin besar.
Perhatikan apa profil risikomu, supaya mudah menentukan produk investasi yang cocok. Misalnya kamu hendak memilih produk investasi berupa reksadana, maka tentukan jenisnya juga.
Jika profil risikomu konservatif, maka pilih reksadana pasar uang. Jika profil risikomu adalah moderat maka pilih reksadana pendapatan tetap. Jika profil risikomu agresif, bisa pilih reksadana saham. Namun apabila kamu cukup fleksibel dan ingin seimbang antara return serta risiko, bisa pilih reksadana campuran.
Semua jenis reksadana tersebut dapat kamu investasikan melalui aplikasi InvestasiKu. Mulai dari Mega Asset Greater Infrastructure, Cipta Dana Cash, Reksadana Pendapatan Tetap PNM Cinta Anak Bangsa Kelas Gold, Reksadana Bahana Primavera 99 Kelas G, maupun Trim Kapital Plus, ada di aplikasi InvestasiKu.
Jangan khawatir, aplikasi ini telah berada di bawah pengawasan OJK sehingga legal dan terpercaya. Yuk, download InvestasiKu dan tanamkan saham demi masa depan yang lebih baik.
Sumber:
Rose, J. B. D., & Armansyah, R. F. (2022). Recency bias dan confirmation bias pada keputusan investasi investor pasar modal Indonesia. Jurnal Ilmiah Manajemen Dan Bisnis (JIMBis), 1(2), 136-153.
Khusna, A. A. (2023). Pengaruh Confirmation Bias, Self-Attribution Bias, Overconfidence Bias, Cognitive Dissonance Bias, Dan Herding Bias Terhadap Pengambilan Keputusan Investor Pemula Dalam Investasi Saham Di Masa Pandemi Covid-19 (Doctoral dissertation, Universitas Islam Indonesia).
Labiba, A. N. (2025). Pengaruh Bias Perilaku Keuangan dalam Keputusan Investasi pada Investor Generasi Z di Pasar Modal: Peran Moderasi Financial Self-Efficacy (Studi pada Investor Generasi Z di Yogyakarta) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Indonesia).