Kabar mengejutkan kembali datang dari China, di mana baru-baru ini pemerintah China mengumumkan akan kembali diberlakukannya lockdown di Provinsi Jilin, di Timur Laut China karena naiknya angka kasus covid 19 di provinsi tersebut.
Provinsi Jilin ini dihuni oleh lebih dari 24 juta penduduk. Apabila penyebaran covid ini ke provinsi atau daerah lain, bukan tak mungkin China akan menerapkan lockdown kembali ke provinsi atau daerah lain sebab China menerapkan prinsip zero tolerance artinya jika ditemukan adanya klaster penyebaran, pasti China akan melakukan lockdown.
Karena China merupakan ekonomi terbesar no. 2 di dunia dan no. 1 terbesar di Asia, lockdown ini akan pasti berimbas pada ekonomi dunia.
Apalagi karena penduduknya yang banyak pula, dibatasinya aktivitas masyarakat pasti akan menurunkan permintaan minyak, gas alam, dan batu-bara di mana China merupakan importir terbesar dari 3 gas alam ini.
Dampak lockdown ini terlihat dari penurunan tajam di harga komoditas minyak. Pada hari Selasa, 15 Maret 2022, harga minyak Brent turun 5,12% di level USD106,9/barel.
Selain karena harganya yang sudah naik signfikan bahkan naik 14% hanya dalam waktu 1 minggu saja sejak ada isu konflik Rusia vs Ukraina yang membuat banyak investor atau trader pasti sudah melakukan aksi take profit, kabar lockdown China ini pun memperparah katalis negatif bagi minyak mentah.
Baca juga: Indonesia Berencana Menaikkan Persentase DMO Minyak Sawit
Key Takeaway
Bukan hanya minyak mentah saja, batu-bara dan komoditas super cycle lainnya harus mulai dipantau ketat, sebab harganya yang sudah naik signfikan bahkan menyentuh level tertingginya, sangat wajar untuk koreksi.
Terlihat dari harga komoditas minyak mentah, batu-bara, dan nikel yang turun signifikan salah satunya karena konflik yang sudah mereda. Emiten yang negara tujuan ekspor terbesar nya China juga pasti mendapatkan katalis negative dari kabar lockdown China ini.
Investasi saham sekarang yuk!