Pemerintah Indonesia mengeluarkan pengumuman baru bahwa minyak sawit mentah dan minyak sawit RBD diizinkan untuk di eskpor.
Sementara yang dilarang untuk diekspor adalah produk olahan minyak sawit bernilai tinggi seperti olein sawit RBD (produk hasil olahan CPO atau dikenal dengan minyak goreng) curah dan kemasan.
Aturan larangan ekspor produk olahan sawit ini (minyak goreng kemasan dan curah) sudah berlaku sejak 28 April 2022 dan akan terus dilanjutkan sampai pemerintah menilai kebutuhan domestik sudah terpenuhi.
Implikasi aturan yang diterbitkan pada Jumat, 23 April kemarin yang masih belum clear ini membuat harga komoditas CPO melonjak signfikan dari level RM6,231/ton pada 22 April 2022 pukul 15:45 WIB, naik hingga ke level RM6,394/ton pada tanggal yang sama di jam 16:15 WIB atau naik 2,6% hanya dalam waktu kurang lebih 30 menit saja.
Kenaikan ini dipicu kekhwatiran akan pasokan yang akan semakin ketat yang diakibatkan perang Rusia vs Ukraina ditambah lagi larangan ekspor dari Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia
Larangan yang belum diperjelas lagi itu juga akan membuat inflasi di berbagai dunia (apalagi yang konsumsi minyak gorengnya tinggi seperti India dan China) akan semakin buruk yang juga pasti akan menggangu ekonomi dunia.
Key Takeaway
Larangan ekspor ini langsung direspon negatif oleh pasar, terlihat nyaris semua saham produsen minyak sawit ditutup ARB (seperti AALI, LSIP, SIMP).
Hal ini karena sumber pendapatan emiten ini besar disumbang dari ekspor, dan jika ekspor dilarang jelas sumber pendapatan mereka akan banyak berkurang dari aturan ini.
Namun, karena ada revisi terbaru dari pemerintah bahwa produk mentah minyak sawit diperbolehkan diekspor, harapannya jadi sentimen positif bagi emiten ini sebab ada katalis dari kenaikan harga jual di pasar global bisa meningkatkan net margin emiten CPO ini.