Pasca pandemi Covid-19, kinerja sektor pariwisata Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini dinyatakan oleh Menteri Pariwisata bahwa pada semester I-2025, terjadi pertumbuhan wisatawan yang berlibur di dalam negeri daripada yang berlibur ke luar negeri.
Menurut data BPS, kunjungan wisatawan mancanegara periode Januari-Juni 2025 meningkat 9,44% dengan angka 7,05 juta. Kunjungan wisatawan mancanegara tersebut didominasi oleh negara-negara ASEAN, Asia (selain ASEAN), dan Eropa.
Adanya tren positif tersebut menciptakan peluang menarik bagi investor yang memang ingin berinvestasi pada saham sektor pariwisata. Langsung saja simak apa saja saham pariwisata dan bagaimana tantangannya setelah pandemi Covid-19 silam.
Apa Itu Sektor Pariwisata?
Sektor pariwisata tidak hanya sekadar hotel dan tempat wisata saja. Ekosistem sektor pariwisata itu kompleks, di mana berbagai industri jasa saling terhubung untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.
Secara garis besar, ekosistem ini terdiri dari beberapa pilar utama yakni,
- Akomodasi: Hotel mewah, penginapan, vila, dan lainnya.
- Transportasi: Maskapai penerbangan, perusahaan kereta api, bus, dan taksi.
- Layanan Makanan dan Minuman (F&B): Restoran, kafe, dan warung.
- Hiburan dan Atraksi: Taman hiburan seperti Ancol, museum, taman nasional, dan lainnya.
- Layanan Pendukung: Perusahaan biro perjalanan, agen tur, hingga perusahaan teknologi yang menyediakan aplikasi pemesanan seperti Traveloka.
Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.001 pulau, setiap pulau tersebut memiliki pariwisata yang unik. Jika terus dikembangkan, maka sektor pariwisata sangat efektif untuk mendorong devisa Indonesia.
Lagipula, keberagaman sumber daya di setiap pulau Indonesia justru menjadi magnet di sektor pariwisata, baik untuk wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
Baca Juga: Apa Itu Frugal Living? Solusi FOMO di Tengah Gonjang-Ganjing Ekonomi Ini!
Prospek Bisnis Pariwisata Pasca Pandemi Covid-19
Pandemi COVID-19 memang sempat memberikan pukulan telak bagi sektor pariwisata di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Banyak penerbangan dibatalkan, hotel kosong, dan tempat wisata ditutup. Alhasil, tidak sedikit industri tersebut gulung tikar.
Melansir dari news.unair, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 mengalami kemunduran sebesar 2,07% dibandingkan tahun 2019. Hal itu jelas saja terjadi karena masyarakat takut dengan penyebaran virus Covid-19 sekaligus adanya kebijakan pemerintah yang membatasi masyarakat untuk bepergian, kecuali untuk tujuan mendesak saja.
Nah, setelah kebijakan pemerintah tersebut dicabut, menyebabkan para turis “balas dendam” setelah lama tidak keluar sama. Fenomena tersebut disebut revenge travel. Hal ini menciptakan lonjakan permintaan yang signifikan sehingga memperkuat prospek bisnis industri pariwisata.
Menurut data dari Statista, pendapatan di sektor pariwisata diproyeksikan mencapai US$854,80 miliar pada tahun 2023, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4,41%. Nantinya, volume pasar sektor ini diperkirakan sebesar US$1.016,00 miliar di tahun 2027 kelak.
Prospek bisnis ini makin diperkuat oleh beberapa hal yakni:
Pariwisata Domestik
Banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di sekitar objek pariwisata menjadikan sektor ini sebagai ladang mencari uang. Pun dengan wisatawan domestik yang menjadikan lokasi domestik sebagai tujuan liburan. Jika keduanya berjalan seimbang, maka permintaan dan penawaran akan stabil.
Dukungan Pemerintah
Saat ini, pemerintah tengah gencar mendorong sektor pariwisata melalui program inovatif pada tahun 2025 ini. Mulai dari Transformasi Digital: Tourism 5.0, Gerakan Wisata Bersih, Pariwisata Naik Kelas, Event Bertaraf Global dengan IP Indonesia, dan Pengembangan Desa Wisata.
Ada juga program pengembangan 10 Destinasi Super Prioritas yakni:
- Danau Toba (Sumatera Utara)
- Candi Borobudur (Jawa Tengah)
- Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur)
- Pantai Mandalika (Nusa Tenggara Barat)
- Tanjung Kelayang (Belitung)
- Pulau Morotai (Maluku Utara)
- Tanjung Lesung (Banten)
- Kepulauan Seribu (Jakarta)
- Bromo Tengger Semeru (Jawa Timur)
- Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara)
Transformasi Digital
Perusahaan pariwisata kini berinvestasi besar pada teknologi untuk sistem pemesanan online, digital marketing, hingga integrasi pembayaran digital. Hal ini meningkatkan efisiensi dan pengalaman pelanggan.
Melansir dari ekon.go.id, sektor pariwisata memang tidak dapat berdiri sendiri sehingga membutuhkan pengembangan dari aspek lainnya termasuk teknologi dan digitalisasi pariwisata.
Hal ini mencakup aplikasi booking, virtual tour, e-commerce untuk penjualan souvenir, ekonomi kreatif dalam hal kerajinan dan seni pertunjukan, jasa wisata untuk pemandu wisata, hingga peminatan khusus seperti wisata medis maupun wisata industri.
Baca Juga: 37 Saham Sektor Transportasi dan Logistik Beserta Prospek Bisnisnya
Tantangan Sektor Pariwisata Pasca Pandemi
Dalam siaran pers dari kemenpar.go.id, menyatakan bahwa ternyata libur nasional dapat berdampak pada sektor pariwisata. Pergerakan wisatawan dalam momentum libur nasional sering tidak dapat termanfaatkan dengan baik.
Banyak destinasi wisata menghadapi tantangan beragam. Mulai dari lonjakan kunjungan yang tiba-tiba, keterbatasan kapasitas layanan, hingga belum terintegrasinya strategi promosi saat ada libur nasional.
Peningkatan mobilitas wisatawan saat libur nasional diiringi juga dengan kemacetan, keterbatasan fasilitas umum, dan kebersihan lingkungan.
Tantangan lainnya adalah sektor ini bergantung pada musim tertentu saja alias musiman. Banyak destinasi pariwisata mengalami fluktuasi yang tajam pada event tertentu, tetapi bisa juga anjlok begitu saja.
Ketergantungan itu juga menyebabkan ketidakstabilan ekonomi. Jadi saat sepi, bisnis sektor ini akan menghadapi kesulitan keuangan sehingga terpaksa melakukan cut-off karyawan. Alhasil, akan berpengaruh juga pada kenaikan pengangguran.
Daftar Saham Pariwisata di Bursa
Berikut daftar saham sektor pariwisata yang terdaftar di BEI. Untuk tahu harga sahamnya, kamu bisa klik kode saham terkait.
- Garuda Indonesia Tbk. (Persero) - GIAA
- Blue Bird Tbk. - BIRD
- Nusantara Sejahtera Raya Tbk. - CNMA
- MNC Land Tbk. - KPIG
- Jakarta Setiabudi Internasional Tbk. - JSPT
- Champ Resto Indonesia Tbk. - ENAK
- Graha Layar Prima Tbk. - BLTZ
- Surya Permata Andalan Tbk. - NATO
- Bukit Uluwatu Villa Tbk. - BUVA
- Pembangunan Jaya Ancol Tbk. - PJAA
- Arthavest Tbk. - ARTA
- Hotel Sahid Jaya International Tbk. - SHID
- Eastparc Hotel Tbk. - EAST
- Jakarta International Hotels & Development Tbk. - JIHD
- Bali Bintang Sejahtera Tbk. - BOLA
- Mitra Pinasthika Mustika Tbk. - MPMX
- Pakuan Tbk. - UANG
- Panorama Sentrawisata Tbk. - PANR
- Satria Mega Kencana Tbk. - SOTS
- Arsy Buana Travelindo Tbk. - HAJJ
- Sunter Lakeside Hotel Tbk. - SNLK
- Red Planet Indonesia Tbk. - PSKT
- Destinasi Tirta Nusantara Tbk. - PDES
- Puri Sentul Permai Tbk. - KDTN
- Menteng Heritage Realty Tbk. - HRME
- Hotel Fitra International Tbk. - FITT
- Sari Kreasi Boga Tbk. - RAFI
- Pembangunan Graha Lestari Indah Tbk. - PGLI
- Fast Food Indonesia Tbk. - FAST
Mau Untung dari Saham Pariwisata?
Nah, itulah penjelasan tentang saham pariwisata yang turut berkontribusi pada devisa negara. Berhubung saat ini Indonesia sudah bebas Covid-19, maka sektor pariwisata berkembang seiring dengan pengoptimalan digitalisasi.
Ada banyak saham pariwisata dari emiten stabil yang bisa kamu investasikan. Mulai dari perusahaan maskapai penerbangan Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), hingga akomodasi Hotel Sahid Jaya International Tbk. (SHID).
Saham-saham infrastruktur tersebut dapat kamu investasikan melalui aplikasi InvestasiKu. Jangan khawatir, aplikasi ini telah berada di bawah pengawasan OJK sehingga aman dan terpercaya.
Yuk, download InvestasiKu dan tanamkan saham demi masa depan yang lebih baik.
Sumber:
Hasibuan, Indra Mualim, dkk., (2019). Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap Perekonomian Nasional. Jurnal Masharif al-Syariah, Vol 8(2).