Thailand selalu dielu-elukan sebagai Negara Gajah Putih bukan tanpa alasan. Keberadaan binatang bertubuh besar ini memang begitu dihormati oleh masyarakat setempat bahkan sejak berabad-abad silam.
Tak hanya menjadi bagian dari sastra Thailand dan Buddha saja, tetapi juga arsitektur bangunan kuno negara tersebut. Yap, beberapa bangunan kuno khususnya jembatan di Thailand selalu dirancang khusus supaya dapat dilewati oleh gajah.
Tak berhenti di situ saja, berbagai bangunan kuil Thailand juga turut didesain dengan bentuk gajah raksasa sedemikian rupa. Memangnya kenapa gajah Thailand dihormati oleh masyarakat lokal? Yuk, simak penjelasannya berikut ini!
Keberadaan Gajah Dalam Budaya Thailand
Sejak zaman kuno, eksistensi gajah dengan ukuran tubuh yang besar memang sudah hidup berdampingan dengan manusia. Dalam budaya Thailand, gajah melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, hingga keberuntungan.
Jauh sebelum Thailand maju seperti sekarang ini, gajah selalu berperan penting dalam berbagai situasi seperti peperangan hingga prosesi kerajaan. Ikatan tersebut kemudian berlangsung secara turun-temurun.
Sepanjang sejarah Thailand, gajah selalu muncul di berbagai cerita rakyat dan legenda dewa. Konon, gajah adalah makhluk suci yang memiliki sifat illahi.
Dalam kepercayaan Thailand, gajah selalu dikaitkan dengan Dewa Hindu Indra sebagai tunggangannya menuju surga.
Tak sedikit seniman Thailand yang selalu berupaya memberikan esensi gajah dalam lukisan dan ukiran. Biasanya, karya seni dengan esensi gajah ini ditempatkan di kuil, istana, dan museum untuk menunjukkan bahwa gajah begitu berpengaruh pada kehidupan seni Thailand.
Seiring berjalannya waktu, gajah selalu dimunculkan pada berbagai karya seni, pakaian, botol bir, iklan, hingga bendera nasional selama tahun 1855-1916. Namun pada tahun 1917, bendera nasional Thailand tersebut diubah seperti sekarang ini.
FYI, hingga detik ini Angkatan Laut Kerajaan Thailand masih menggunakan lambang gajah putih sebagai panji mereka yang menunjukkan kebangsawanan dan kekuasaan.
Baca Juga: Bangkok vs Phuket, Mending Wisata Kemana?
Keberadaan Gajah Dalam Arsitektur Thailand
Berhubung gajah sudah menemani kehidupan masyarakat Thailand sejak lama, maka bangunan apapun pasti dirancang khusus dengan mempertimbangkan binatang besar ini.
Pada masa Dinasti Arutthayan (1351-1767), sebagian besar jembatan dibangun dari kayu, semen, dan batu bata. Bangunan jembatan-jembatan tersebut didesain sekuat mungkin supaya dapat menopang berat gajah yang tengah berjalan bersama para anggota keluarga kerajaan.
Pada tahun 2011, pemerintah setempat berhasil membangun kembali sebuah biara kuno Wat Ban Rai dengan gajah raksasa di bagian atapnya. Biara kuno yang terletak di Provinsi Nakhon Ratchasima ini selalu menjadi destinasi wisata menarik untuk para turis.
Sekalipun saat ini sudah modern, tetapi gajah tetap hadir menjadi ciri khas arsitektur perkotaan Thailand. Di Bangkok, terdapat bangunan menyerupai gajah dengan arsitektur modern bernama Elephant Building. Bangunan yang dibangun pada 1997 ini memiliki tinggi 102 dan menjadi kompleks perkantoran.
Ada juga Museum Erawan yang memiliki patung gajah berkepala tiga bernama Erawan. Konon, Erawan adalah tunggangan Dewa Indra dalam mitologi Hindu.
Gajah dalam Agama di Thailand
Keberadaan gajah tidak hanya termuat dalam agama Hindu sebagai tunggangan suci Dewa Indra saja, tetapi juga dalam agama Buddha.
Dalam agama Buddha, gajah adalah penjaga Buddha, Bumi, beserta kuilnya. Umat Buddha selalu memperhatikan perilaku gajah yang menunjukkan kecerdasan, kebijaksanaan, dan mudah dilatih oleh manusia.
Konon, Buddha pun bereinkarnasi menjadi gajah. Alhasil, gajah masuk ke daftar 10 hewan yang dilarang dimakan oleh para bhikkhu.
Baca Juga: 14+ Tips Wisata ke Thailand Khusus Pemula, Wajib Tahu!
Gajah dalam Sejarah Thailand
Selama berabad-abad, masyarakat Thailand berhasil menjinakkan gajah untuk berbagai kebutuhan. Mulai dari transportasi, pertanian, konstruksi, upacara adat, hingga peperangan.
Pada akhir tahun 1200-an (dinasti Raja Ram Kamhaeng) gajah selalu bergabung dalam tentara perang. Pada masa itu, terdapat duel khusus di atas gajah antara para penguasa.
Jadi, raja akan menunggangi gajah ditemani oleh kwan-chaang alias pengasuh gajah untuk mengarahkan binatang besar tersebut.
Konon, invasi Burma ke Siam pun berakhir karena gajah bersama para tentara Raja Naresuan.
Pada zaman dahulu, siapapun pihak yang memiliki jumlah gajah paling banyak maka dirinyalah yang berpeluang untuk menang. Gajah yang menang pun akan dianugerahi gelar bangsawan, bersamaan dengan prajurit yang menungganginya.
Gajah Putih Menjadi Binatang Suci di Thailand
Berbeda dengan gajah pada umumnya, gajah putih justru menjadi hewan suci dan disembah oleh masyarakat Thailand. Gajah putih melambangkan kesucian dan diyakini sebagai keturunan dari surga.
Ibu kandung Buddha yakni Ratu Maya konon pernah memimpikan seekor gajah putih sebelum mengandung Sang Buddha.
Gajah putih juga selalu dikaitkan dengan salah satu Hindu maupun Budha yakni Dewa Indra. Jika di Hindu, Dewa Indra adalah dewa perang yang menunggangi gajah. Sementara dalam Buddha, Dewa Indra adalah penguasa dari semua dewa.
Nah, Dewa Indra ini memiliki seekor gajah putih bernama Erawan dengan 33 kepala—jika dilambangkan ke arsitektur Thailand hanya 3 kepala saja.
Konon, Dewa Indra dan Erawan dapat mengendalikan cuaca sehingga ada kepercayaan bahwa gajah akan membawa berkah hujan dan keberuntungan.
Baca Juga: Apa Saja yang Bisa Dilakukan di Sungai Chao Phraya Thailand?
Eksploitasi Gajah yang Terus Berlanjut
Seiring dengan dimulainya industrialisasi di Thailand, maka berbagai aktivitas yang melibatkan gajah pun berkurang. Untuk menebang pohon, masyarakat sudah menggunakan mesin alih-alih menggunakan jasa gajah.
Mengingat habitat gajah itu ada hutan, maka pemerintah Thailand berupaya menjaga hutan sebaik mungkin. Pada tahun 1989, pemerintah setempat sudah melarang penebangan hutan secara pribadi.
Beberapa wilayah di selatan masih diperbolehkan untuk menebang hutan tetapi atas izin pemerintah karena aktivitas tersebut cukup ilegal. Namun, larangan tersebut justru menyebabkan 70% gajah penebang pohon menjadi “menganggur”.
FYI, gajah yang sering membantu menebang pohon itu merupakan spesies gajah Asia terbanyak dan sering dipelihara oleh penduduk setempat. Sayangnya, keberadaannya terancam punah.
Gajah-gajah yang sudah dipelihara oleh manusia sulit dikembalikan ke alam liar karena sudah bergantung pada pemiliknya. Alhasil, para pemilik gajah alias kwan-chaang membawa mereka ke perkotaan seperti Bangkok untuk atraksi sirkus dan menarik perhatian wisatawan.
Secara tidak langsung, gajah pun harus berhadapan dengan jalanan aspal yang panas, udara tercemar, dan makanan tidak sehat.
Pada tahun 1997, pemerintah telah melarang siapapun membawa gajah ke Bangkok atau akan mendapatkan denda dan penyitaan gajah. Namun nyatanya, diperkirakan masih ada lebih dari 100 gajah yang dipekerjakan secara ilegal untuk mengemis ke wisatawan.
Pemerintah Thailand kemudian mengeluarkan aturan bahwa siapapun yang memberi makan, uang, atau merespon atraksi gajah akan ditangkap dan didenda.
Padahal sebenarnya, gajah tidak boleh dinaiki oleh manusia karena justru akan menyakiti tubuh mereka. Yap, tulang belakang gajah akan bengkok dalam jangka panjang.
Baca Juga: 15 Kuliner Thailand yang Tidak Boleh Terlewatkan, Ada Serangga Goreng!
Siap Menonton Gajah Thailand yang Dihormati?
Itulah beberapa ulasan tentang serba-serbi gajah Thailand yang menjadi binatang suci bagi masyarakat setempat. Esensi gajah masih bisa ditemukan di berbagai oleh-oleh selagi kamu berjalan-jalan di Thailand baik itu pakaian, tas, maupun topi.
Namun perlu diingat bahwa ketika kamu datang ke wisata gajah Thailand, jangan menaikinya sekalipun terdapat layanannya.
Menjejakan kaki di Thailand tentu saja akan menjadi pengalaman tak terkira. Nah, kamu bisa mewujudkan pengalaman tersebut dengan mengikuti program HealingVest, kolaborasi antara kesempatan healing dengan investasi khususnya reksadana.
Tanpa basa-basi, ayo segera pilih tujuan healing-mu di sini.
Sumber:
phangngaelephantpark.com
southernthailandelephants.org