Saat liburan ke Bali, kamu pasti sering melihat sesajen kecil-kecilan di jalanan Bali maupun pintu masuk pura. Tak jarang ada sesajen yang benar-benar masih baru dan ada pula yang sudah cukup lama dilihat dari isinya yang mengering.
Sesajen tersebut menjadi salah satu tradisi Bali yang masih dilestarikan oleh masyarakat lokal dan tentu saja para turis wajib menghormatinya. Untuk itu, terdapat larangan tak tertulis mengenai sesajen dengan tidak menginjak atau membuangnya begitu saja.
Masyarakat Bali masih senantiasa menjaga berbagai tradisi turun-temurun tersebut hingga detik ini. Apa saja tradisi Bali yang masih dijaga itu? Yuk, simak penjelasannya berikut ini!
8 Tradisi Bali yang Senantiasa Dilestarikan Warga Lokal
Keberadaan sesajen di berbagai jalanan Bali menjadi pemandangan biasa bagi masyarakat lokal. Mengingat mayoritas agama di Bali adalah Hindu, maka tentu saja memiliki ritual dan upacara keagamaan tersendiri.
1. Sesajen
source: id.hotels.com
Sesajen selalu diingat sebagai tradisi Bali yang masih bertahan hingga detik ini. Di Bali, baik itu di jalanan maupun pintu masuk pura atau rumah warga, pasti akan terdapat sesajen ini.
Umat Hindu di Bali membuat sesajen ini setiap hari sebagai bentuk rasa berterima kasih dan berkat kepada Dewa.
Biasanya saat pagi hari, mereka akan meletakkan sejumput nasi di atas daun pisang yang dibentuk persegi. Lalu, ditambahkan pula bunga canang warna-warni, air suci, dan dupa yag masih menyala.
Sesajen ini diletakkan di tepi pantai, pinggir jalan, persimpangan jalan, bawah pohon besar, hingga pintu masuk pura. Maka dari itu, kamu jangan sekali-kali menginjaknya!
2. Penjor
source: id.hotels.com
Pada hari Galungan dan Kuningan, biasanya jalanan Bali akan ramai dengan ornamen penjor. Penjor adalah ornamen berbahan daun kelapa muda yang dianyam sedemikian rupa untuk digantung di tiang bambu yang melengkung. Biasanya, digantung pula batang padi, buah-buahan, kelapa, dan daun kelapa.
Penjor ini akan ditaruh di depan rumah atau pinggir jalan layaknya gapura. Penjor menjadi lambang terima kasih atas sedekah dari bumi. Jika pada hari Galungan, penjor melambangkan kemenangan atas kebaikan (dharma).
3. Kain Hitam-Putih Kotak-Kotak
source: id.hotels.com
Jika kamu datang liburan ke Bali, pasti juga penasaran mengapa ada banyak kain hitam putih kotak-kotak yang melingkari batang pohon seolah menutupinya. Tak jarang, kain tersebut bahkan melingkar pada patung pura.
Kain hitam putih kotak-kotak itu disebut sebagai saput poleng. Kombinasi warna hitam putih melambangkan keseimbangan yang harmonis antara 2 hal dan abadi.
Jika kamu melihat patung pura, pohon besar, hingga batu yang yang ditutupi dengan kain ini, itu berarti masyarakat lokal percaya bahwa benda-benda tersebut memiliki kekuatan hidup sebagai dewa.
Nah, para masyarakat lokal menunjukkan hormat atas eksistensi benda-benda tertutup saput poleng ini dengan banyak hal. Saat melewati benda-benda tersebut, mereka tidak akan membunyikan klakson kendaraan.
Baca Juga: 15 Rekomendasi Wisata di Bali yang Selalu Ramai Turis, Wajib Kemari!
4. Ngaben
source: id.hotels.com
Sudah bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia maupun dunia akan eksistensi kremasi ngaben dari Bali ini. Meskipun sama-sama melakukan pembakaran jenazah, tetapi Ngaben berbeda dengan aktivitas kremasi pada umumnya.
Hal yang membedakan adalah Ngaben memiliki makna religius dan spiritual dari agama Hindu, sehingga akan terdapat berbagai ritual serta doa.
Prosesi Ngaben biasanya dilakukan secara meriah, lengkap dengan iringan gamelan seiring perjalanan menuju sesi pembakaran.
Peti jenazah juga dihias sedemikian rupa yang menjulang tinggi dan dipanggul oleh sekelompok laki-laki dari desa setempat. Bentuk dan ketinggian peti jenazah bergantung pada kasta sosial mendiang.
Jika mendiang adalah anggota keluarga kerajaan, maka ukuran peti mati bisa mencapai 10 meter yang dikerjakan oleh pengrajin desa. Peti tersebut turut dihiasi bunga, topeng, dan ornamen apik.
5. Layangan Raksasa
source: id.hotels.com
Jika tengah musim angin, maka langit biru di Bali akan dihiasi oleh layangan raksasa. Nah, saat itulah, festival layangan akan diadakan di lapangan luas.
Layangan ini akan diciptakan sekreatif mungkin dan kemudian diterbangkan oleh anak-anak maupun rombongan desa.
Saking besarnya layangan, butuh truk untuk mengangkutnya. Biasanya, ada pula iringan gamelan yang menambah suasana dramatis saat menerbangkan layangan raksasa ini.
6. Ogoh-Ogoh
source: id.hotels.com
Saat ada perayaan Tahun Baru Saka (Nyepi), maka wilayah Bali akan ramai setidaknya dalam satu hari itu. Perayaan ini akan penuh dengan petasan, obor, dan tentu saja ogoh-ogoh.
Ogoh-ogoh adalah karya seni patung raksasa yang diciptakan oleh pemuda setempat untuk diarak saat Hari Raya Nyepi. Selama diarak, ogoh-ogoh yang menjadi tradisi Bali ini akan dipanggul oleh setidaknya 4-5 orang dan kemudian digoyang-goyangkan.
Setelah di lokasi yang telah ditentukan, ogoh-ogoh akan dibakar untuk menggambarkan adanya harapan baru atas dunia karena telah terbebas dari gangguan roh jahat. Singkatnya, ogoh-ogoh yang bentuknya menyeramkan ini diibaratkan sebagai roh jahat.
Bentuk dan ukuran ogoh-ogoh beragam variasi dan dikerjakan selama berminggu-minggu sebelum Hari Raya Nyepi. Secara tidak langsung, ogoh-ogoh ini menjadi media untuk muda-mudi dalam menciptakan karya seni.
Baca Juga: Kenapa Wisata Ubud Lebih Menarik dari Pantai Bali? Ini 11 Alasannya!
7. Perang Pandan
source: id.hotels.com
Perang Pandan menjadi tradisi Bali yang masih dilestarikan hingga detik ini. Perang Pandan masih ada di desa Desa Tenganan Pegringsingan yang terletak sekitar 5 km dari Jalan Raya Candidasa Karangasem.
Biasanya, tradisi ini dilaksanakan sekitar bulan Juni atau Juli setiap tahunnya. Peran Pandan akan mempertontonkan duel persahabatan antara 2 laki-laki dengan masing-masing bersenjatakan daun pandan berduri sebagai pedang dan perisai rotan.
Konon, tradisi ini diperuntukkan Dewa Indra selaku dewa perang sekaligus dewa langit dalam agama Hindu.
8. Aksara Bali
source: id.hotels.com
Sekalipun Indonesia menggunakan alfabet konvensional, tetapi di Bali masih senantiasa melestarikan tradisi aksara Bali yang disebut sebagai Anacaraka.
Coba deh kamu perhatikan papan nama dan rambu-rambu di sekitar pura Bali, pasti akan tertulis dengan Anacaraka ini.
Aksara Bali alias Anacaraka berasal dari aksara Brahmi yang cukup rumit. Anacaraka banyak terdapat dalam teks-teks keagamaan, terutama naskah kuno di daun lontar.
Masyarakat lokal khususnya pemerintah berupaya melestarikan Anacaraka ini dengan mengharuskan penulisan rambu jalan dengan aksara kuno ini.
FYI, tradisi ini juga dilakukan di Yogyakarta dengan aksara Jawa.
Baca Juga: Daftar Pantai di Bali yang Hidden Gem dan Tetap Menarik Untuk Dieksplorasi!
Ingin Merasakan Eksistensi Tradisi Bali?
Itulah beberapa tradisi Bali yang senantiasa masih dilestarikan oleh masyarakat lokal. Sebagai turis, kamu harus tetap menghormati tradisi tersebut dengan tidak merusak atau mencemoohnya.
Menjejakan kaki di Bali tentu saja akan menjadi pengalaman tak terkira. Nah, kamu bisa mewujudkan pengalaman tersebut dengan mengikuti program HealingVest, kolaborasi antara kesempatan healing dengan investasi khususnya reksadana.
Tanpa basa-basi, ayo segera pilih tujuan healing-mu di sini.