Pada minggu lalu, Amerika Serikat baru saja rilis data inflasi periode Mei 2022. Meski, AS sudah menaikkan suku bunganya sebanyak 50 bps pada awal Mei 2022 silam, namun inflasi AS tak kunjung turun. Inflasi AS masih tinggi di level 8%, di mana Inflasi AS cetak rekor kenaikan tertinggi sejak 1981 di level 8,5% pada Maret 2022 artinya hanya mengalami penurunan 50 bps saja setelah dilakukan banyak kebijakan guna menurunkan angka inflasi ini.
Sejak pandemi covid 19 melanda, Amerika Serikat banyak menggulirkan kebijakan guna tetap mempertahankan ekonomi agar tidak terlalu jatuh. Akibat banyaknya insentif yang diberikan, sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. Inflasi AS selalu berada di atas 6% 6 bulan belakangan ini dan ini cukup beresiko.
Guna menurunkan angka inflasi ini, AS akan mempertimbangkan untuk kembali menaikkan suku bunga. Para analis menilai, tahun ini AS diperkirakan akan menaikkan 3-4 kali suku bunga. Dampaknya akan terjadi potensi resesi ekonomi di dunia termaksud Indonesia, karena naik signifikannya suku bunga buat cost of fund banyak perusahaan jadi tinggi, dan sangat beresiko bagi emiten yang memiliki hutang bank yang tinggi namun cash yang tipis pun dengan bank yang banyak memiliki kredit korporasi, di mana berpotensi gagal bayar yang mengakibatkan meningkatnya NPL bank.
Key Takeaway
Akibat data ini, investasi yang dianggap beresiko seperti saham dan kripto mengalami penurunan cukup dalam. Penurunan aset beresiko ini karena banyak investor lebih memilih menghindar dari instrument investasi yang high risk karena situasi yang belum pasti dan deposito dianggap lebih aman namun tetap memberikan keuntungan.
Download InvestasiKu sekarang!